PHK di Industri Tekstil, Asosiasi Ungkap Sebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali marak tahun ini terutama di industri padat karya seperti tekstil. 

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja bilang fenomena PHK ini terjadi tak luput dari kondisi industri yang sulit. 

Ia menjabarkan saat ini masalah global dihantui dengan isu suku bunga The Fed yang masih tinggi yaitu 5,5%. Hal ini berdampak ke suku bunga pinjaman berbagai negara termasuk Indonesia. 


Di lain sisi, daya beli berbagai negara juga belum pulih dan memperburuk kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) termasuk China sebagai produsen TPT terbesar. 

"Dampaknya terjadi kelebihan Pasokan termasuk pakaian jadi. Sehingga Industry TPT di Tiongkok secara gencar mencari market baru," ungkap Jemmy. 

Baca Juga: Kasus PHK Semakin Marak Tahun Ini, Sektor Industri Tekstil Mendominasi

Menurutnya, Indonesia menjadi salah satu tujuan utama dari China. Apalagi, perlindungan market dalam negeri baik dalam bentuk tarif atau non tarif terbilang lemah. 

Regulasi mengenai pengetatan impor sampai dengan perubahan ketiga melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8 Tahun 2024 juga belum sepenuhnya menjawab tantangan di industri tekstil. 

Akibatnya, produk pakaian jadi dari impor membanjir pasar lokal dan berdampak langsung pada Industri Kecil Menengah (IKM) jahit sampai ke industri hulu. 

"Sekarang teman-teman yang bekerja banyak yang sudah dirumahkan, terutama karyawan kontrak," jelasnya. 

Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah merilis jumlah PHK tahun 2024 (Januari-Maret). Jawa Barat menjadi salah satu provinsi dengan jumlah PHK tertinggi di Indonesia. 

Di atas Jawa Barat, ada DKI Jakarta dengan 8.876 kasus PHK. Namun, data ini belum mencerminkan keseluruhan kasus PHK. Kemnaker hanya mencatat PHK yang dilaporkan perusahaan melalui Sistem Informasi dan Aplikasi Pelayanan Ketenagakerjaan. 

Baca Juga: Kemenperin Pastikan Industri TPT Bukan Termasuk Sunset Industry

Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara mencatat sebanyak 13.800 pekerja perusahaan tekstil terkena PHK selama enam bulan pertama tahun ini. 

Jumlah pekerja terkena PHK, menurutnya akan terus bertambah karena maraknya barang-barang impor tekstil, sandang, dan sepatu yang membanjiri pasar dalam negeri. 

"Potensi PHK akan terus berlanjut karena harga barang impor jauh lebih murah," ungkap Ristadi 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari