KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sejak Januari hingga Desember 2024, masih marak terjadi. Hal ini berdampak pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dengan kenaikan pencairan manfaat. Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), jumlah pekerja terkena PHK Januari hingga saat ini mencapai 80.000 dan berpotensi akan terus bertambah. Menanggapi hal ini, Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan, Oni Marbun menyebutkan, hingga akhir November 2024, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) kepada lebih dari 50 ribu pekerja yang terkena dampak PHK dengan total manfaat sebesar Rp 346,64 miliar.
“Nominal tersebut meningkat 2,8% dari periode yang sama di tahun sebelumnya,” kata Oni kepada Kontan.co.id, Jumat (27/12) Baca Juga: Bunga Pinjol Di P2P Berizin Akan Turun Mulai 2025, Berlaku Di Perusahaan Legal Sedangkan untuk klaim Jaminan Hari Tua (JHT), Oni bilang, BPJS Ketenagakerjaan hingga November 2024, telah membayarkan 2.900 klaim JHT senilai total Rp 44,12 triliun. Jumlah manfaat tersebut meningkat 4,1% secara year on year (YoY). Dengan kondisi tersebut, ditambah perekonomian global dan nasional yang masih mengalami volatilitas luar biasa, ia mengatakan bahwa BPJS Ketenagakerjaan terus berkomitmen untuk mengelola JHT dan JKP secara profesional, hati-hati, dan sesuai aturan yang berlaku. “Tentunya, kami juga mengelola dengan prinsip liability driven, yang artinya kita tidak hanya mencari return, tapi kita juga memastikan bahwa klaim dari peserta bisa kita bayarkan,” imbuh dia. Baca Juga: Jumlah PHK Naik di 2024, Apa Penyebabnya? Untuk mekanismenya, Oni menerangkan bahwa manfaat bagi peserta yang telah terdaftar pada program JKP dan telah memenuhi persyaratan, maka ketika menghadapi PHK dapat memperoleh manfaat berupa uang tunai, manfaat akses informasi pasar kerja, dan manfaat pelatihan kerja. Sementara itu, untuk manfaat program JHT, manfaatnya berupa uang tunai yang besarnya adalah akumulasi dari seluruh iuran yang telah dibayarkan ditambah dengan hasil pengembangannya. Lebih lanjut, dia memprediksi, hingga tahun depan, gelombang PHK kemungkinan masih akan terus berlanjut, maka dari itu pihaknya menyiapkan strategi yang antisipatif dalam mengelola portofolio investasi dengan memperhatikan kondisi likuiditas, solvabilitas, optimasi hasil investasi, dan prinsip kehati-hatian. Baca Juga: PPN 12% Berlaku, Pemerintah Beri Stimulus Bagi Sektor Padat Karya