PHK Massal di Industri Tekstil, API Desak Perbaikan Regulasi Importasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraarmadja, menyampaikan kekhawatirannya bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri tekstil dapat berdampak signifikan pada penurunan daya beli masyarakat.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), sebanyak 46.240 pekerja telah terkena PHK selama periode Januari hingga Agustus 2024.

Baca Juga: PMI Manufaktur Indonesia Menurun, INDEF Sebutkan Dampak Sosial yang akan Terjadi


Data dari Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) juga menunjukkan bahwa sejak Januari hingga awal Juni 2024, setidaknya ada 10 perusahaan yang melakukan PHK massal.

Dari jumlah tersebut, enam perusahaan melakukan PHK karena penutupan pabrik, sementara empat lainnya melakukan efisiensi jumlah pekerja. Total karyawan yang terkena PHK dari 10 perusahaan tersebut mencapai sekitar 13.800 orang.

Namun, Jemmy mencatat bahwa jumlah PHK ini mungkin lebih besar di lapangan, mengingat tidak semua perusahaan secara terbuka melaporkan langkah PHK massal yang dilakukan.

Baca Juga: Industri Hilir Plastik Terancam PHK, Aphindo Minta Pemerintah Ambil Langkah Konkret

"Banyak industri yang tidak membedakan antara PHK dan pekerja kontrak yang tidak diperpanjang kontraknya, yang berujung pada hilangnya pekerjaan dan pada akhirnya melemahkan daya beli masyarakat," jelas Jemmy kepada Kontan.co.id, Minggu (8/9).

Selain PHK, Jemmy juga menyoroti penurunan daya beli masyarakat yang tercermin dari data deflasi Indonesia selama empat bulan berturut-turut.

"Deflasi ini menjadi indikator bahwa daya beli masyarakat melemah, dan dengan kondisi ini, API melihat bahwa industri manufaktur, terutama sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), sedang dalam kondisi yang tidak baik," ujarnya.

Utilisasi manufaktur di sektor TPT, menurut API, masih stagnan di angka 50% hingga 60% dari kapasitas terpasang. API memperkirakan bahwa tahun 2025 akan tetap menjadi tahun yang sulit bagi industri tekstil, kecuali jika ada kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada industri ini.

Baca Juga: Utilisasi Industri Petrokimia Turun Hingga 50%, Inaplas Bilang Sektor Diambang PHK

Jemmy menegaskan bahwa keberpihakan pemerintah akan membantu menyelamatkan jutaan pekerja serta industri kecil dan menengah (IKM) yang terlibat dalam mata rantai penjualan produk tekstil.

"Pemerintah yang akan datang harus memberikan perhatian lebih kepada industri padat karya seperti TPT, terutama dalam bentuk kebijakan atau regulasi yang melindungi industri ini dari serbuan barang-barang impor, baik yang legal maupun ilegal. Penegakan hukum yang tegas diperlukan untuk mengatasi masalah ini," tegas Jemmy.

Dengan demikian, Jemmy berharap pemerintah segera mengambil langkah untuk memperbaiki regulasi importasi dan memperkuat penegakan hukum terhadap importasi ilegal, yang saat ini menjadi salah satu ancaman terbesar bagi industri tekstil di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto