PHK tak dibayar, satpam gugat UU Ketenagakerjaan



JAKARTA. Untuk kesekian kalinya, kasus ketenagakerjaan masuk meja majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, Marten Boiliu, seorang petugas keamanan, yang  menggugat pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan karena dianggap tidak memberikan keadilan.

Kemarin, MK menggelar sidang perdana uji materi pasal 96 UU 13/2003 ini. Pasal itu sendiri mengatur soal pembayaran upah buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja, menjadi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu dua tahun sejak timbulnya hak tersebut.

Menurut Marten, ketentuan itu menabrak pasal 28 D UUD 1945 yang menyatakan setiap pekerja berhak mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. "Karena bertentangan dengan UUD 1945, jadi harus dibatalkan," katanya.


Pemohon juga berharap agar MK bisa memberikan tafsir sesuai pasal 28D ayat 2 UUD 1945, atau paling tidak masa kedaluwarsa tuntutan pembayaran upah pekerja diperlama menjadi lima tahun.

Marten bilang, latar belakang mengajukan judicial review ini karena perlakuan tidak adil yang dilakukan PT Sandhy Putra Makmur (SPM). PT SPM melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap 3.000 karyawan termasuk dirinya pada 2 Juli 2009 silam. "Perusahaan tidak memberikan pesangon kepada karyawan yang di-PHK," ungkap Marten.

Perusahaan outsourcing sekuriti itu berdalih melakukan PHK lantaran kalah tender penyediaan karyawan keamanan di PT Telkom. Saat ini, Marten masih bekerja sebagai sekuriti di PT Telkom, namun dengan perusahaan outsourcing lain yang jadi pemenang tender. Pemohon baru menuntut kompensasi setelah tiga tahun di-PHK karena ada ketakutan akibat pimpinan PT SPM adalah mantan bos Telkom.

Ahmad Sodiki, Hakim MK menuturkan, pemohon perlu memperbaiki berkas permohonan perkara ini. Terutama menyangkut  potensi kerugian dari beleid tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan