PHK Tembus 79.302 Orang, Pengamat: Efek Banjir Impor dan Daya Beli yang Loyo



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di tanah air kian mengkhawatirkan. Data terbaru Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, sebanyak 79.302 orang terkena PHK sepanjang periode Januari hingga November 2025.

Pengamat Ketenagakerjaan, Timboel Siregar menilai tingginya angka PHK di sektor manufaktur yang mencapai 22.000-an orang, merupakan buntut dari regulasi yang kurang berpihak pada industri lokal. Ia menyoroti Permendag 8 Tahun 2024 yang dianggap membuka kran impor terlalu lebar.

"Industri pengolahan terus berkontribusi pada jumlah PHK karena banjirnya barang-barang impor yang diatur dalam Permendag 8 2024. Akhirnya, industri barang-barang produksi kita kalah bersaing," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (22/12).


Selain gempuran barang asing, Timboel mengatakan, industri dalam negeri juga tercekik oleh lonjakan biaya operasional. Menurutnya, beban pajak, suku bunga bank yang masih tinggi membuat perusahaan kesulitan untuk bertahan.

Baca Juga: 403 Perusahaan Nikmati Tax Holiday Hingga Oktober 2025, Investasi Rp 496,2 Triliun

Di samping itu, Timboel merujuk data Bank Dunia yang menyebut upah riil pekerja menurun sekitar 1,1% pada periode 2018-2024. Hal ini terkonfirmasi dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang melambat ke angka 4,89% di kuartal III, di bawah level psikologis 5%.

"Artinya apa? Daya beli masyarakat kita memang menurun. Ketika daya beli jatuh, sektor perdagangan pun ikut terkena dampak PHK karena barang tidak laku terjual," jelasnya.

Tak hanya itu, lanjut Timboek, faktor lain yang tidak bisa dihindari adalah pergeseran dari industri padat karya ke padat teknologi. Transformasi digital ini membuat banyak posisi kerja konvensional tereliminasi demi efisiensi operasional perusahaan.

Timboel mewanti-wanti, badai PHK berisiko berlanjut di tahun-tahun mendatang jika pemerintah tidak segera membenahi persoalan. Ia mendesak pemerintah untuk mengevaluasi aturan impor dan menekan biaya logistik serta biaya ilegal.

"Substansi persoalannya belum dijawab oleh pemerintah. Jika Permendag, suku bunga, dan biaya operasional tidak dibenahi, maka industri pengolahan akan sulit menjadi sektor yang merekrut banyak tenaga kerja," tegasnya.

Menurutnya, pemerintah harus memberikan dukungan nyata bagi industri pengolahan agar tetap eksis. Selain itu, penguatan daya beli masyarakat melalui kebijakan upah dan pengendalian inflasi menjadi kunci utama untuk meredam gelombang PHK di masa depan.

Baca Juga: Jumlah PHK Tembus 79.302 hingga November 2025, KSPN: Masih Akan Terus Berlangsung

Selanjutnya: Enam Provinsi Sudah Tetapkan UMP 2026, Ada Sumatera Utara Hingga Kalimantan Tengah

Menarik Dibaca: Promo Superindo Hari Ini 22-25 Desember 2025, Es Krim-Aneka Jamur Beli 1 Gratis 1

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

TAG: