PHRI Berharap Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Bisa Ditunda



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) berharap, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bisa ditunda. Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran mengatakan, saat ini sektor pariwisata sedang dalam proses pemulihan.

Langkah menaikkan harga BBM bersubsidi, menurut Maulana, bisa menghambat proses pemulihan itu.

“Jika masih bisa ditunda kami berharapnya itu ada penundaan untuk semua kenaikan itu, karena bagaimanapun proses pemulihan itu kita tidak bisa dimulai dengan kenaikan  harga,” ujar Maulana saat dihubungi Kontan.co.id (30/8).


Seperti diketahui, pemerintah memang tengah mengkaji sejumlah opsi agar anggaran negara tidak jebol menambah subsidi energi. Opsi menaikkan harga BBM subsidi menjadi salah satu pilihan yang tengah dikaji oleh pemerintah.

Baca Juga: Jika Harga BBM Naik, Panorama Sentrawisata (PANR) Yakin Permintaan Akan Tetap Kencang

Dalam Rapat Kerja (Raker) dengan  Komisi VII DPR RI Rabu (24/8) lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mengatakan, opsi kenaikan harga BBM bersubsidi, rentang kenaikan harga yang mungkin diberlakukan, berikut dampaknya terhadap inflasi perlu dikoordinasikan dengan kementerian-kementerian pemangku kepentingan lainnya.

Di lain pihak, industri perhotelan masih belum sepenuhnya pulih. Menurut catatan Maulana, rata-rata tingkat okupansi perhotelan secara nasional masih berada di angka sekitar 43% pada Juni 2022. Angka tersebut masih lebih rendah dibanding rata-rata tingkat okupansi nasional pra pandemi Covid-19, yakni tepatnya pada Juni 2019 yang mencapai 56%-57%.

Menurut Maulana, kenaikan harga BBM bersubsidi berpotensi membuat tingkat okupansi hotel kembali susut. Hal ini lantaran kenaikan harga BBM bersubsidi bisa  berdampak pada pelemahan daya beli, sementara kegiatan berwisata sendiri merupakan kebutuhan sekunder sehingga bisa dinomorduakan oleh masyarakat setelah kebutuhan primer terpenuhi.

Di sisi lain, kenaikan harga BBM bersubsidi, lanjut Maulana, juga bisa mengungkit pengeluaran pelaku usaha perhotelan dan restoran karena adanya dampak tidak langsung berupa kenaikan harga-harga barang.

Baca Juga: GAPMMI: Harga BBM Subsidi Naik, Ongkos Logistik Industri Mamin Meningkat 1%-2%

Kondisi ini menghimpit para pelaku usaha perhotelan dan restoran, sebab mereka tidak bisa seenaknya menaikkan harga untuk mengimbangi kenaikan harga BBM bersubsidi di tengah kondisi permintaan yang lemah. 

“Kalau hotel menaikkan tarif lalu demand enggak ada mau gimana?” tutur Maulana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi