PHRI: Kerugian industri pariwisata karena pandemi sudah lebih dari Rp 100 triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, saat ini industri pariwisata, hotel dan restoran menderita kerugian mencapai lebih dari Rp 100 triliun atau US$ 7,1 miliar hingga awal November. Kerugian tersebut terjadi karena adanya pandemi virus corona yang akhrinya terdampak pada semua industri pariwisata.

"Itu dari data yang PHRI kumpulkan secara nasional dan semua terdampak," kata dia kepada Kontan.co.id, Kamis (19/11).

Lebih lanjut, PHRI menyebutkan ada PHK besar yang dialami oleh sekitar 550.000 pekerja hotel, atau 78,5% di industri pariwisata. Menginagt, berdasarkan data Badan Pusat Statistisk (BPS), jumlah turis asing yang masuk Indonesia hanya 3,56 juta hingga akhir September 2020. Jumlah itu, anjlok 70,57% secara tahunan (yoy).


Maulana menjelaskan, saat ini walau okupansi hotel mulai merangkak naik menduduki 30%, hal itu tidak bisa dinilai bisa menambal kerugian. Sebab, saat ini kuota yang boleh dioperasikan hanya 50% atau kurang dari itu.

Ia juga mengatakan, saat ini tiap pelaku industri perhotelan berlomba-lomba membanting harga sehingga tercipta kompetisi ketat mendapatkan pasar. Bahkan menurutnya, pergerakan harga akan berubah berdasarkan mood masyarakat.

Baca Juga: Puluhan hotel dan gedung mengajukan izin resepsi ke Pemprov DKI Jakarta

"Saat ini, industri hotel masih menerima insentif, signifikan atau tidak, ini yang perli ditelaah. Insentif pajak listrik misalnya, karena yang dihitung abonemen-nya, maka bisa dirasakan menjadi untung jika hotel tutup atau tidak beroperasi. Insentif ini berlaku pada Juli dan pada Juni hotel mulai buka kembali sehingga biaya abonemen lewat dan hotel tetap membayar 100% sesuai banyaknya listrik yang dipakai," sambungnya.

Ia mengatakan insentif ini berlaku sampai akhir Desember dan berharap bisa terus berlanjut. Pihaknya juga menegaskan insentif BPJS ketenagakerjaan juga masih berlaku saat cashflow terganggu.

Pihaknya juga menelaah insentif yang dikeluarkan oleh Himbara memiliki kekurangan sebab bantuan yang diberikan tidak match.

Ia berkata, insentif tersebut tidak ideal dan tidak efektif, sebab yang dialami oleh industri hotel saat ini adalah demand yang kurang dan persoalan ini tidak visibel di dunia perbankan.

"Karena tidak bisa melihat hal itu, insentif yang diturunkan melalui Perbankan atau Himbara juga tidak efektif sebab mereka juga memiliki regulasi untuk tidak mengambil resiko," imbuhya.

Selanjutnya: BPS: Sebagian besar wisatawan mancanegara masuk lewat jalur darat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari