PHRI: Pembukaan destinasi wisata, sebaiknya dibarengi kemudahan izin bepergian



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menyebutkan rencana pembukaan kembali tempat wisata yang memiliki penyebaran corona (Covid-19), belum akan mampu menggairahkan kembali industri hotel dan restoran jika tidak dibareng kemudahan bepergian melalui Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) serta relaksasi bisnis kepada pengusaha hotel dan restoran.

Menurutnya, kepengurusan SIKM dirasakan masih belum efektif dan cukup berbelit walau tersedia secara online.

"Agar lebih efektif surat ijin bepergian ada baiknya dibuat seperti passport dan memiliki tenggang waktu, sehingga tidak mengurus izin jika hendak bepergian saja. Nah ini dibarengi pula dengan pengecekan kesehatan oleh petugas secara ketat di bandara, stasiun, dan lain-lain," jelas Maulana kepada Kontan, saat dihibungi Kamis, (28/5).


Baca Juga: Pemerintah siapkan paket wisata dan promosi lewat platform digital

Menurutnya, kemudahan protokol bepergian dan pengecekan kesehatan yang ketat, bisa memicu orang untuk kembali bepergian dan berwisata.

Maulana melanjutkan, pengusaha hotel dan restoran saat ini juga tengah sibuk menyesuaikan protokol kesehatan di jaringan restoran dan hotelnya masing-masing. Ia mengkritisi, seharusnya pemerintah cukup mengeluarkan standar dan protokol kesehatan dari satu pintu saja, yakni dari Kementerian Kesehatan.

"Saat ini tiap kementerian mengeluarkan protokol untuk pengusaha, bahkan tiap divisinya juga. Setelah dicek, protokol yang dihimbaukan juga sifatnya sertifikasi yang memerlukan infrastruktur minimal ratusan juta untuk survei dan lainnya. Menurut kami, SOP dan protokol dari Kemenkes atau Permenkes saja dan itu yang nanti dikembangkan ke masing-masing departemen industri," lanjutnya lagi.

Maulana menyebut, saat ini protokol yang sudah pasti tersedia di jaringan hotel dan restoran antara lain adalah aturan physical dan social distancing, pengecekan suhu ketat, kewajiban penggunaan masker, hingga menyediakan cairan disinfektan.

"Pendapatan dari industri hotel dan restoran yang hilang sampai Mei ini sudah terlalu banyak, bahkan minus karena di saat tidak ada revenue harus mengeluarkan dana maintenance," kata Maulana.

Biasanya, tren pada periode ini hotel-hotel di kawasan wisata minimal punya okupansi 60% sampai 70%. Tetapi sekarang, hanya berkisar dari 0% sampai 9% saja.

Baca Juga: Menpar: Lonjakan kasus corona bisa membuat daerah wisata ditutup lagi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat