PHRI sebut ada beberapa stimulus kurang efektif untuk sektor pariwisata, apa saja?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengungkap ada beberapa stimulus yang kurang efektif bagi sektor pariwisata.

Pertama, stimulus pajak penghasilan (PPh) Pasal 21. Menurut Hariyadi, stimulus ini kurang efektif mengingat saat ini mayoritas pekerja menerima kurang dari gaji normal.

"[stimulus] PPh 21 ini akan efektif kalau pekerjanya itu menerima gaji di atas Rp 16,67 juta per bulan. Tetapi justru pada saat ini mereka dirumahkan atau dicutikan di luar tanggungan  perusahaan. Jadi mereka tidak begitu merasakan ini," ujar Hariyadi dalam  Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panitia kerja (Panja) Pemulihan Pariwisata Komisi X DPR, Selasa (14/7).  


Baca Juga: Usulan stimulus PHRI: Mulai relaksasi PPh 25 dan PBB sampai pembebasan iuran BPJS

Stimulus lainnya adalah pembebasan pajak impor. Menurut Hariyadi, stimulus ini tidak terlalu bermanfaat terhadap industri pariwisata karena insentif ini ditujukan untuk pariwisata.

Selanjutnya adalah stimulus PPh 25. Melalui PMK 44/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, pemerintah memang sudah memberikan diskon angsuran PPh 25 sebesar 30% setiap bulan. 

Namun, Hariyadi mengatakan hal ini justru menambah beban pengusaha mengingat mayoritas sektor pariwisata justru mencatat kerugian. Menurut dia, dengan tetap membayar sebesar 70%, maka pengusaha telah membayar lebih.

Tak hanya itu, program kartu prakerja pun dianggap tidak terlalu efektif di tengah Covid-19.  Menurut dia, mengingat pendaftaran kartu prakerja dibuka secara umum, maka karyawan yang terdampak belum tentu bisa mendapatkan akses kartu prakerja ini.

"Kartu prakerja juga tidak efektif pada kita. Pada kondisi seperti ini yang dibutuhkan sebetulnya adalah 100% jaring pengaman sosial atau bantuan langsung tunai," kata Hariyadi.

Meski begitu Hariyadi bilang ada beberapa stimulus yang cukup efektif. Misalnya relaksasi pembayaran utang kepada lembaga keuangan melalui POJK 11/2020. Dengan aturan ini ada kelonggaran bagi debitur untuk menjadwalkan pembayaran utang kepada lembaga keuangan.

Baca Juga: Imbas corona, PHRI catat kerugian hotel dan restoran capai Rp 70 triliun

Adanya surat edaran Menteri Perindustrian nomor 4 dan 7 tahun 2020 pun dianggap cukup efektif karena sebagian besar perusahaan manufaktur bisa berjalan.

"Untuk pariwisata hubungannya, paling tidak itu membantu perusahaan atau hotel yang dekat dengan kawasan industri bisnisnya masih jalan, masih ada tamunya karena industrinya tidak berhenti," kata Hariyadi.

Adanya surat edaran Menteri Ketenagakerjaan nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang  Perlindungan Pekerja/Buruh dalam Program Jaminan Kecelakaan Kerja pada Kasus Penyakit Akibat Kerja karena Covid-19 pun dianggap membantu perusahaan yang kesulitan keuangan dalam pembayaran THR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi