PHRI: Transisi PSBB jilid II jadi angin segar bagi pelaku usaha yang masih bertahan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melonggarkan rem darurat PSBB jilid II dengan ketentuan baru selama dua pekan ke depan, yakni mulai dari 12 Oktober hingga 25 Oktober 2020. Adapun hal ini menjadi angin segar bagi sejumlah pelaku usaha yang masih bisa bertahan. 

Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan kondisi sekarang ini tidak sama dengan transisi PSBB pertama di mana PSBB jilid II ini bisa dikatakan memperburuk situasi dari sebelumnya. Pembatasan sosial berimbas pada hotel dan restoran hingga membuat sejumlah pelaku usaha tertentu sudah benar-benar gulung tikar. 

"Kondisi ini penuh ketidakpastian karena pada masa transisi pertama saja tiba-tiba ada rem darurat, itu sangat mengkhawatirkan. Waktu itu, dua minggu prepare untuk bergerak, pelaku usaha sudah membeli bahan untuk kembali beroperasi, tapi akhirnya terjadi PSBB lagi," kata Maulana kepada Kontan.co.id, Minggu (11/10). 


Adapun untuk kelonggaran PSBB jilid II ini, menurut Maulana intinya disambut baik oleh PHRI dan akan menjadi angin segar bagi pelaku usaha yang masih bisa bertahan dengan harapan bisa memutar kembali arus kas di kondisi transisi saat ini. Namun, bagi pelaku usaha yang sudah terlanjut gulung tikar, tentu tidak serta merta bisa membantu mereka. 

Baca Juga: Sudah koordinasi dengan pemerintah pusat, Jakarta akan kembali ke PSBB transisi

Menurut Maulana, transisi PSBB jilid II ini tergantung kembali pada permintaan dari masyarakat, apakah akan bergerak atau tidak. Menurut dia, situasi yang sudah berjalan selama lebih dari enam bulan ini tidak mudah bagi pelaku usaha, khususnya untuk membayar kewajiban seperti biaya sewa dan pajak. 

Maulana berharap ke depannya kondisi Covid-19 bisa teratasi sehingga tidak ada lagi PSBB. Di sisi lain, Maulana berharap pemerintah daerah bisa memberikan relaksasi penundaan pembayaran pajak Bumi dan Bangunan hingga 2021. 

"DKI Jakarta memberikan relaksasi pembayaran sampai November Desember 2020, tetapi itu tidak ada artinya karena saat ini masalahnya arus kas pengusaha tidak berputar. Maka dari itu harapannya pembayaran bisa ditunda hingga 2021 tanpa didenda, ini yang terpenting," ujar dia. 

Baca Juga: Kasus Covid-19 melambat, Anies kembali berlakukan PSBB transisi mulai Senin (12/10)

Kebijakan pembatasan sosial yang sudah dilakukan dua kali di tahun ini, tentu berdampak pada geliat industri hotel dan restoran di Indonesia. Maulana mengatakan proyeksinya hingga akhir tahun nanti sektor hotel dan restoran bisa minus lebih dari 50% yoy. 

"Bisnis kami bisa menghasilkan hanya dari Januari hingga Maret saja, sisanya hingga sekarang tidak menghasilkan. Bisa dikatakan di 2020 perusahaan sudah pasti rugi," kata Maulana. 

Baca Juga: BI diperkirakan menahan suku bunga, ini prediksi pergerakan IHSG

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati