Piala Dunia 2014 tentukan nasib Dilma Rousseff



SAO PAULO. "Ini bukan tentang 50 sen." Coretan itu terpampang pada sebuah gerbang toko di Avenida Faria Lima, salah satu jalan utama di Sao Paulo, Brasil. Di pintu berikutnya, sebuah pesan tanpa tedeng aling-aling berbunyi: "Persetan polisi."

Enam bulan setelah protes kecil menentang kenaikan tarif bus 50 sen, aksi serupa terus bergulir dan semakin membesar. Agendanya bukan lagi memprotes kenaikan tarif bus, tapi melebar ke isu pelayanan publik, tingginya biaya hidup hingga praktik korupsi di pemerintahan Presiden Dilma Rousseff. Gelombang demonstrasi besar-besaran di Brasil berlangsung pada bulan Juni tahun lalu.

Aksi demonstrasi sempat merontokkan popularitas Rousseff. Sebuah jajak pendapat memperlihatkan, popularitas Rousseff anjlok 27%. Ini menunjukkan gelombang protes sejak awal Juni 2013 mengancam pencalonan kembali Rousseff di pemilu 2014. Di akhir Juni 2013, warga Brasil yang menilai pemerintahan Rousseff cukup baik, menyusut menjadi 30% dibandingkan 57% di awal Juni. Kesimpulan itu mengacu jajak pendapat Datafolha yang dirilis suratkabar lokal Folha de S Paulo, Akhir Juni 2013.


Penurunan popularitas itu tercatat paling tajam dalam kepemimpinan Brasil sejak tahun 1990. Kala itu Presiden Brasil, Fernando Collor, mengundang amarah publik dengan membekukan seluruh rekening tabungan untuk menghentikan hiperinflasi. Dua tahun kemudian, Collor mengundurkan diri setelah kongres menudingnya melakukan korupsi. Medio 2013, masyarakat Brasil kembali turun ke jalan. Mereka menganggap pemerintahan Rousseff tak mampu melayani publik. Di sisi lain, pemerintah sibuk membangun proyek mercusuar Piala Dunia tahun 2014 dengan menelan anggaran senilai US$ 13,4 miliar.

Aksi demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah sempat digalang lagi. Namun aksi tersebut hanya menarik dukungan kecil dan tidak banyak warga terlibat untuk turun ke jalan.

Alhasil, dukungan untuk Dilma Rousseff, Presiden Brasil yang berasal dari Partai Buruh ini, kembali menguat. Pada November tahun lalu, sebuah jajak pendapat untuk mengetahui peta kekuatan di pemilu Oktober 2014 menghasilkan dukungan 47% bagi Rousseff. Sedangkan lawan politik Rousseff meraih dukungan sebesar 30%.

Meski demikian, perebutan kekuasaan masih ketat dan belum bisa diprediksi. Economist melaporkan, pada jajak pendapat yang sama, dua pertiga pemilih ingin presiden Brasil berikutnya bisa mengubah kebijakan saat ini. Hal itu menunjukkan, semangat demonstrasi tetap hidup.

Dukungan Rousseff juga bisa mencair apabila ada alternatif yang kuat. Tapi sejauh ini, para penantang Rousseff belum terlihat taringnya. Lihat saja Aecio Neves dari Partai Sosial Demokrasi Brasil, justru terpukul oleh bukti penyuapan dan mark up proyek publik di negara bagian Sao Paulo.

Pesaing lain adalah Eduardo Campos, Gubernur Pernambuco, yang akan menekankan program bersama calon pasangannya, Marina Silva, seorang pecinta lingkungan.

Selain masalah ekonomi, masa depan Rousseff akan ditentukan Piala Dunia 2014. Sebab, salah satu stadion yang akan dipakai dalam ajang sepakbola paling akbar sejagat ini belum rampung. Yakni stadion di Sao Paulo, yang kelak akan digunakan untuk upacara pembukaan Piala Dunia 2014.

Editor: Sandy Baskoro