PIBT berimbas ke penumpukan barang di pelabuhan



KONTAN.CO.ID - Penerapan kebijakan penertiban impor berisiko tinggi (PIBT) oleh pemerintah melalui melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu) menyebabkan penumpukan barang di pelabuhan. Namun, Ditjen Bea dan Cukai mengakui bahwa pihaknya tidak mengenakan biaya tambahan atas barang-barang tersebut.

Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea dan Cukai Kemkeu Deni Surjantoro mengatakan, kebijakan PIBT tersebut mengharuskan impor ilegal selama ini mengikuti proses impor secara resmi.

Konsekuensinya, terjadi penumpukan barang yang diimpor yang belum berizin di pelabuhan. "Tetapi penumpukannya tidak parah banget," kata Deni saat dihubungi KONTAN, Rabu (30/8).


Lebih lanjut menurut Deni, PIBT mengharuskan importir berizin. Dengan demikian, agar barang yang menumpuk di pelabuhan tersebut bisa keluar maka importir harus mengurus perizinan.

Terkait hal ini, Deni menegaskan bahwa pihaknya tak memungut biaya tambahan, termasuk biaya pengurusan. Sebabm pengurusan ada di instansi lain. Namun ia mengaku, bisa saja barang yang menumpuk tersebut dikenai biaya lain yang dikenal sebagai biaya demurrage.

Demurrage adalah batas waktu pemakaian peti kemas di dalam pelabuhan (container yard). Untuk barang impor, batas waktu dihitung sejak proses bongkar peti kemas (discharges) dari sarana pengangkut atau kapal hingga peti kemas keluar dari pintu pelabuhan (get out).

"Biaya itu dikenakan secara resmi oleh pengelola pelabuhan," tambahnya. Ia mengaku tak tahu besaran biaya demurrage yang dikenakan.

Terkait hal ini lanjut Deni, pemerintah akan memudahkan perizinan impor khusus industri kecil menengah (IKM) melalui ketentuan yang akan dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan. Rencananya, ketentuan itu akan diterbitkan dalam waktu dekat.

Tak hanya itu, pemerintah juga akan memberikan kemudahan perizinan impor untuk komoditi yang tidak bisa dipenuhi oleh dalam negeri, misalnya komoditi besi dan baja dan tekstil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto