Pidana uang pengganti koruptor tak sebanding dengan kerugian negara



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sepanjang 2017 vonis tambahan berupa uang pengganti terhadap terdakwa koruptor tak sebanding dengan kerugian yang diderita negara.

Hal tersebut dipaparkan ICW saat mempublikasikan hasil risetnya atas putusan-putusan terdakwa sepanjang 2017, melalui penelusuran di laman putusan Mahkamah Agung, dan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) untuk pengadilan negeri, dan pengadilan tinggi.

Dalam risetnya, ICW menelusuri 1.249 perkara korupsi dengan 1.381 terdakwa. Hasilnya ditemukan adanya kerugian negara senilai Rp 29,41 triliun. Belum lagi ditambah dengan suap senilai Rp Rp 715 miliar, SGD 814 ribu, US$ 1,36 juta, MYR 63.500, dan EUR 30 ribu. Ada lagi berupa pungli senilai Rp 155 juta.


Sementara nilai uang pengganti yang dimasukkan sebagai hukuman tambahan bagi koruptor, sepanjang 2017 hanya senilai Rp 1,44 triliun Ditambah adanya hukuman berupa denda senilai Rp 110 miliar.

"Melihat data tersebut tentu sangat disayangkan, jumlah vonis uang pengganti hanya sekitar 4,91% dari total kerugian negara yang diderita," kata peneliti ICW Tama Langkun di kantor ICW, Kamis (3/4).

Padahal, kata Tama, selain tak menimbulkan efek jera, vonis uang pengganti yang minim juga mengakibatkan asset recovery terhadap negara juga tak akan maksimal.

"Pidana berupa uang pengganti, sejak awal memang diniatkan untuk mengembalikan aset, dan kerugian negara," sambungnya.

Setali tiga uang, vonis pidana penjara bagi terdakwa korupsi juga terhitung ringan. Rata-rata vonis penjara hanya diberikan selama 2 tahun 2 bulan.

Dalam paparannya, ICW membagi tiga kategori vonis, ringan (1 tahun-4 tahun) , sedang (>4 tahun-10 tahun), dan berat (>10 tahun). Hasilnya ada 1.127 terdakwa (81,61%) divonis ringan, 169 terdakwa (12,24%) divonis sedang, dan 4 terdakwa (0,29%) divonis berat.

Sisanya, 35 terdakwa (2,53%) divonis bebas, 45 terdakwa (3,26%) tak teridentifikasi vonisnya, dan 1 terdakwa (0,07%) divonis lantaran adanya cacat formal dalam dakwaan jaksa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto