KONTAN.CO.ID - Pidato Gubernur The Fed Janet Yellen yang bernada hawkish selepas pertemuan FOMC, belum mampu mengurangi keperkasaan batubara. Rabu (20/9), harga batubara kontrak pengiriman Oktober di ICE Futures Exchange masih naik 0,57% jadi US$ 97,30 per metrik ton. Cuma, dalam sepekan, harga batubara anjlok 1,52%. Yellen kembali menegaskan The Fed bakal menaikkan suku bunga satu kali lagi tahun ini. Hal ini membuat indeks dollar kembali menanjak. Cuma, menurut Direktur Garuda Berjangka Ibrahim, pelaku pasar sudah mengantisipasi hasil FOMC ini, bahkan sebelum pertemuan tersebut berlangsung. Alhasil, koreksi harga batubara sudah terjadi sejak awal pekan ini. Namun di tengah pekan, sentimen positif bagi harga batubara lebih kuat dan membuat harga komoditas ini kembali melesat.
Katalis positif tersebut datang dari China. Berdasarkan data Biro Statistik Nasional, kapasitas produksi batubara di China pada semester I-2017 mencapai 9,46 juta ton. Seiring dengan kenaikan produksi, impor batubara China di semester satu lalu juga melesat menjadi 736.243 ton per hari. Kenaikan permintaan batubara dari Negeri Tirai Bambu ini diperkirakan akan berlanjut, mengingat kondisi ekonomi mulai membaik. "China masih jadi sentimen positif bagi laju harga batubara," jelas Research & Analyst Asia Tradepoint Futures Deddy. Berkat cuaca buruk Tambah lagi, pemakaian batubara untuk pembangkit listrik di Amerika Serikat naik 1% dari tahun lalu. Hal ini ikut mengerek harga batubara. Ibrahim menambahkan, cuaca ekstrem yang melanda China, AS dan Australia, turut melambungkan permintaan batubara. "Adanya badai dan hujan besar membuat pembangkit tenaga listrik dialihkan dengan tenaga uap yang membutuhkan batubara," terang dia. Tak hanya dari ketiga negara tersebut, permintaan batubara dari negara-negara yang memiliki reaktor nuklir juga meningkat. Contohnya, di Korea Selatan dan Pakistan.