Pihak BG cecar mantan penyidik KPK



JAKARTA.  Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, AKBP Irsan, menjadi saksi dalam sidang praperadilan antara Komjen Budi Gunawan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (10/2) siang. Tim kuasa hukum Budi mencecar Irsan dengan pertanyaan seputar proses penetapan seseorang menjadi tersangka.

Kuasa hukum Budi bertanya, mana yang diterbitkan terlebih dulu, apa surat perintah penyidikan (sprindik) atau penetapan seorang menjadi tersangka. Irsan pun menjawab, KPK tidak memiliki standard operational procedure (SOP) penyidikan sebelum tahun 2007. Jadi, sebelum SOP penyidikan terbit, ada kasus yang didahului penetapan tersangka, tetapi ada juga yang didahului penerbitan sprindik.

"Kemudian, tahun 2006 dibentuklah tim untuk membuat SOP penyidikan, lalu disusun. Bulan Februari 2007 disahkan SOP itu," ujar Irsan.


Setelah SOP penyidikan terbit, dia mengatakan bahwa sebuah kasus pasti didahului terbitnya sprindik, kemudian baru dilanjutkan penetapan seseorang sebagai tersangka. Namun, Irsan mengaku tidak mengetahui proses penyidikan atau penyelidikan yang menjerat Budi Gunawan.

Dia mengaku hanya mengetahui kasus tersebut dari media massa saja. Sebab, masa tugasnya sebagai penyidik dan penyelidik di KPK sudah berakhir sejak tahun 2009 lalu.

Kuasa hukum Budi bertanya lebih spesifik soal penetapan tersangka dalam tindak pidana suap, apakah KPK dapat langsung menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa didahului klarifikasi, Irsan menjawab tidak pernah. Dia mengatakan bahwa penetapan seseorang jadi tersangka mesti melalui serangkaian penyelidikan, penyidikan, dan klarifikasi.

Sebelumnya, pihak Budi Gunawan memang mempertanyakan penetapan kliennya sebagai tersangka oleh KPK. Pihak Budi Gunawan berpendapat, KPK tak pernah memberikan pemberitahuan atau surat apa pun kepada kliennya sehubungan dengan kasus korupsi yang menjeratnya.

Salah satu kuasa hukum Budi, Maqdir Ismail, mengatakan, di media massa, KPK mengatakan bahwa penyelidikan perkara Budi telah dilakukan sejak Juli 2014. Di sisi lain, KPK mengatakan, perkara yang dimaksud dilakukan Budi saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier SDM Mabes Polri sepanjang 2004 hingga 2006.

Kuasa hukum pun menegaskan bahwa kliennya tidak tahu-menahu peristiwa yang disangkakan kepadanya. Misalnya, soal peristiwa pidana yang mana, seperti apa kejadiannya, di mana dan kapan, rekening yang mana, dan sebagainya. Pasalnya, Budi tidak pernah dimintai keterangan atau diperiksa KPK dalam kurun waktu 2004 hingga 2014.

"Pemohon tidak pernah sama sekali diundang atau dipanggil termohon untuk dimintai keterangan terkait proses penanganan perkara yang disangka. Sekali lagi, sama sekali tidak pernah," ujar Maqdir.

Selain itu, kuasa hukum Budi juga bertanya-tanya mengapa proses penetapan kliennya sebagai tersangka tanpa disertai penyidikan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP. Namun, yang dilakukan KPK adalah sebaliknya.

"Kenyataannya pemohon ditetapkan terlebih dahulu sebagai tersangka. Kemudian, termohon baru mencari bukti-bukti dengan memanggil saksi dan menyita rekening pemohon," lanjut dia.

Pihak kuasa hukum menilai penetapan Budi sebagai tersangka adalah cacat secara yuridis. Pihaknya meminta penyidikan kliennya dihentikan. (Fabian Januarius Kuwado)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia