Pilih sektor saham yang prospektif



JAKARTA. Meski tren inflasi di tahun ini meningkat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, namun kondisi makro ekonomi Indonesia masih baik. Sektor-sektor seperti properti, infrastruktur dan perbankan masih cukup prospektif.

Oleh sebab itu, investor bisa membenamkan investasi di sektor-sektor itu, meski sektor tersebut akan terkena dampak oleh kenaikan inflasi di tahun ini. Namun, saya melihat, efeknya hanya terasa sementara saja. Selama Bank Indonesia (BI) tetap mengacu  pada inflasi inti (core inflation), agaknya kekhawatiran naiknya tingkat suku bunga acuan dapat diredam.

BI kemungkinan masih akan mempertahankan tingkat suku bunga rendah, yakni di level 5,75% pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) direalisasikan. Sebab, negara lain juga memiliki kecenderungan mempertahankan suku bunga rendah.


Dalam kondisi bayang-bayang inflasi tinggi, investor bisa memperbanyak portofolio di reksadana saham hingga sebesar 30% dari total alokasi investasi. Alokasi lainnya sebesar 30% bisa diparkir di reksadana pendapatan tetap. Sementara, sebesar 20% bisa dibenamkan pada reksadana pasar uang. Sisanya, dalam bentuk cash.

Namun, memasuki bulan Mei, investor harus lebih berhati-hati terhadap pasar saham. Sebab, secara historikal, bursa saham berpotensi koreksi pada bulan ini. Beberapa fund manager juga hengkang dari bursa karena banyak investasi yang jatuh tempo.

Adapun investasi yang sebaiknya mulai dikurangi adalah emas. Saat ini, emas sedang mengalami fase koreksi karena persepsi investor asing yang mulai mengalihkan portofolio mereka ke pasar saham.

Secara teknikal, harga emas belum prospektif untuk kembali ke level tertinggi. Investor bisa kembali mengoleksi emas ketika fase koreksi harga emas mulai berakhir.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini