KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dihadapkan pada pilihan sulit. Di tengah upaya menarik hati rakyat menjelang pemilu, harga minyak dunia terus mendaki sehingga berpotensi membuat keuangan negara bobol. Kini, harga minyak di atas US$ 60 per barel melewati asumsi harga minyak di beleid anggaran tahun 2018. Ekonom CORE Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan, kenaikan harga minyak dunia memaksa pemerintah untuk memilih sejumlah opsi sulit: menambah subsidi energi sehingga anggaran jebol, menaikkan harga BBM dan listrik tapi tidak populis, atau membebankan tambahan subsidi ke PLN dan Pertamina. Sejumlah pilihan itu berimplikasi negatif. Termasuk, kenaikan defisit anggaran dan utang, dan berpotensi mengurangi belanja infrastruktur. "Menambah utang bukan pilihan baik karena utang sudah besar. Belanja infrastruktur bisa dikurangi, yakni membatalkan proyek-proyek yang masih di atas kertas, lalu dialihkan untuk subsidi," jelas Faisal, Rabu (28/2).
Pilihan dilematis saat minyak naik
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dihadapkan pada pilihan sulit. Di tengah upaya menarik hati rakyat menjelang pemilu, harga minyak dunia terus mendaki sehingga berpotensi membuat keuangan negara bobol. Kini, harga minyak di atas US$ 60 per barel melewati asumsi harga minyak di beleid anggaran tahun 2018. Ekonom CORE Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan, kenaikan harga minyak dunia memaksa pemerintah untuk memilih sejumlah opsi sulit: menambah subsidi energi sehingga anggaran jebol, menaikkan harga BBM dan listrik tapi tidak populis, atau membebankan tambahan subsidi ke PLN dan Pertamina. Sejumlah pilihan itu berimplikasi negatif. Termasuk, kenaikan defisit anggaran dan utang, dan berpotensi mengurangi belanja infrastruktur. "Menambah utang bukan pilihan baik karena utang sudah besar. Belanja infrastruktur bisa dikurangi, yakni membatalkan proyek-proyek yang masih di atas kertas, lalu dialihkan untuk subsidi," jelas Faisal, Rabu (28/2).