Pilihan Investasi Valas Ketika Dolar AS Jatuh



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) nampaknya menjadi pilihan yang tepat untuk investasi valuta asing (valas) di tahun ini. Mengutip dari Bloomberg (13/4), kurs USD/IDR terkoreksi sekitar 5,31% menuju level 14.475 secara year to date atau sejak awal tahun. Indeks dolar AS (DXY) juga terus terpantau turun sampai menyentuh level 101.

Menurut Analis Utama DCFX Futures, Lukman Leong, perkembangan terakhir ini berpotensi membawa indeks dolar AS menyentuh level 100 dalam waktu dekat. Setidaknya, pelemahan DXY bisa terjadi lebih dalam sebelum pertemuan sejumlah bank sentral utama dunia seperti Federal Reserve (The Fed), Bank of England (BoE), dan European Central Bank (ECB) di awal bulan depan.

Data inflasi AS terakhir menunjukkan gambaran yang campuran, dengan penurunan besar pada inflasi utama yang memberikan lega bagi The Fed, namun inflasi inti justru terpantau naik. The Fed umumnya lebih cenderung memantau inflasi inti dalam keputusan suku bunga mereka.


Baca Juga: Penempatan DHE di Instrumen TD Valas Dinilai Akan Perkuat Cadangan Devisa RI

Tingkat inflasi tahunan di AS melambat untuk periode kesembilan berturut-turut menjadi 5% pada Maret 2023, terendah sejak Mei 2021 dari 6% pada Februari, dan di bawah perkiraan pasar 5,2%. Sementara Indeks Harga Konsumen (IHK) inti, yang tidak termasuk harga makanan dan energi yang bergejolak, naik 5,6% secara tahunan, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yaitu 5,5% pada Februari 2023.

Hanya sektor tenaga kerja yang masih ketat, seperti data Non Farm Payroll (NFP) pekan lalu yang akan memungkinkan The Fed untuk bersikap hawkish. Sementara itu, sektor jasa dan manufaktur dari survey ISM masih terus memberikan gambaran yang jelek pada ekonomi.

Lukman menyebutkan, dalam FOMC minutes, The Fed memperkirakan kemungkinan resesi ringan akibat dampak dari kejatuhan perbankan beberapa waktu yang lalu. Walaupun demikian, The Fed masih diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada pertemuan bulan Mei 2023.

Di sisi yang berbeda, rupiah memang tangguh karena didukung oleh sentimen positif data-data ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan cadangan devisa. Imbal hasil obligasi Surat Berharga Negara (SBN) juga masih sangat tinggi, sehingga menarik bagi investor asing.

Lukman memperkirakan rupiah akan berada di sekitar level Rp 14.000 per dolar AS atau bahkan di bawah level tersebut. Dengan catatan, apabila Bank Indonesia (BI) dan pemerintah menilai penguatan rupiah ini masih wajar dan tidak merugikan ekonomi secara umum. Apabila BI menilai penguatan akan menggangu stabiltas harga, maka ada kemungkinan BI akan menjaganya di level Rp 14.500 per dolar AS – Rp 15.000 per dolar AS.

Baca Juga: Insentif DHE BI Topang Kinerja Cadangan Devisa

“Pelemahan dolar AS tentu akan semakin memberikan boost pada rupiah yang juga masih terus didukung oleh faktor internal,” imbuh Lukman kepada Kontan.co.id, Kamis (13/4).

Lukman berujar, di tengah ekspektasi penurunan pada inflasi dan suku bunga yang sudah mendekati puncak, investor akan cenderung menimbang faktor ketidakpastian ekonomi maupun geopolitik dalam tahun ini. Nah, perlambatan pertumbuhan ekonomi ini seharusnya akan mengangkat perhatian pada mata uang safe haven seperti Dolar Singapura (SGD) dan Swiss Franc (CHF).

Mata uang SGD didukung oleh surplus neraca transaksi berjalan (current account) dan perdagangan yang kuat. Otoritas moneter Singapore (MAS) juga diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga ke depannya. MAS masih melihat apresiasi SGD adalah salah satu upaya untuk menurunkan inflasi.

Sementara, CHF lebih dipandang sebagai safe haven yang didukung oleh cadangan devisa yang baik, current account dan surplus neraca perdagangan yang kuat. Lukman memprediksikan SGD/IDR bisa mencapai level Rp 11600, sementara CHF/IDR bisa berada di Rp 16.650 di akhir tahun 2023.

Dollar Hongkong (HKD) sebenarnya juga layak dipantau karena dolar Hongkong dipatok ke dollar AS (USD) yang punya potensi menguat. Level suku bunga Hongkong juga lebih tinggi dari USD di 5.25%, hanya sedikit lebih rendah dari suku bunga Bank Indonesia (BI).

Baca Juga: Menguat ke Rp 14.902, Simak Sentimen yang Pengaruhi Pergerakan Rupiah Selasa (11/4)

HKD ditopang oleh cadangan devisa yang besar US$ 430 miliar atau setara dengan 115% Produk Domestik Bruto (PDB) Hongkong. Otoritas keuangan Hongkong (HKMA) diperkirakan masih akan nyaman mempertahankan level peg ini. HKD/IDR di akhir tahun diperkirakan bakal menemui level Rp 1.770.

"Namun perlu diingat, rupiah diperkirakan akan menguat terhadap USD, begitu pula terhadap HKD," jelas Lukman.

Pada kondisi saat ini, Lukman menyarankan investor untuk menghindari aset dan mata uang beresiko, Terkhusus rupiah dianggap masih memiliki prospek bagus seiring dengan surplus perdagangan dan peningkatan cadangan devisa. Imbal hasil SBN pun masih memberikan return yang relatif tinggi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli