Pasar reksadana pendapatan tetap di tanah air semakin riuh tahun ini. Produk-produk baru reksadana berbasis obligasi ini mulai berdatangan di awal 2017. Setidaknya, ada tiga produk reksadana pendapatan tetap anyar yang meluncur ke pasar. Ketiganya adalah Reksadana Phillip Government Bond, Reksadana Lautandhana Maxima Income Fund, Reksadana Corfina Pendapatan Tetap. Pasar saham yang masih terlalu volatil di awal tahun jadi salah satu alasan manajer investasi (MI) merilis reksadana pendapatan tetap. Saat ini investor kurang berminat masuk ke saham.
“Masyarakat sedang mencari sarana investasi yang imbal hasilnya lebih besar dari deposito tapi tetap aman dan tidak terlalu volatil,” ungkap Anita Wijaya,
Product and Compliance PT Lautandhana Investment Management, peracik Reksadana Lautandhana Maxima Income Fund. Ketidakpastian, menurut Beben Feri Wibowo,
Senior Research Analyst Pasar Dana, masih membayangi pasar, terutama kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) yang baru Donald Trump dan rencana kenaikan suku bunga bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed). "Alhasil, masih sama dengan tahun lalu, tahun ini reksadana pendapatan tetap lebih disasar para investor, yang notabenenya memiliki profil risiko yang relatif rendah,” ujarnya. Imbal hasil 6% Fundamental ekonomi kita yang mulai membaik jadi katalis positif buat reksadana pendapatan tetap. Lalu, Fitch Rating yang menetapkan Outlook Sovereign Credit Rating Republik Indonesia dari stabil menjadi positif. Bahkan, Beben bilang, tidak menutup kemungkinan tahun ini S&P diprediksi menaikkan rating dalam negeri menjadi
investment grade (BBB–). Sebab, pemerintah perlahan memperbaiki kondisi fiskal. Kondisi fiskal merupakan faktor yang dipertimbangkan S&P, yang kemudian memutuskan untuk mengafirmasi rating kita sebelumnya ke level BB+. Dengan skenario optimis, Beben memproyeksikan rata-rata pertumbuhan imbal hasil reksadana pendapatan tetap tahun ini bisa 6%. Dengan catatan, ada pemangkasan suku bunga acuan dalam negeri serta pemerintah mampu mengendalikan inflasi dan nilai tukar. “Pertumbuhan ekonomi bertahan di level 5%,” kata dia. Mercy Fajarina, Direktur PT Phillip Asset Management, menambahkan, harga obligasi tahun ini yang tidak setinggi tahun lalu juga jadi katalis positif bagi reksadana pendapatan tetap. “Untuk tahun ini, target imbal hasil produk kami 6%–7%. Dengan semakin turunnya harga obligasi, akan semakin bagus untuk kami,” ucapnya. Bagi yang tertarik membiakkan duit di lahan reksadana pendapatan tetap dari Lautandhana Management, Phillip Aset, dan PT Corfina Capital, silakan simak dulu strategi investasi mereka berikut:
Produk besutan Lautandhana Management ini meluncur 19 Januari nanti. Dengan alasan Lautandhana Maxima Income Fund merupakan reksadana konvensional, anak usaha PT Lautandhana Securindo ini tidak mau menyebutkan angka imbal hasil produknya. “Yang jelas, di atas bunga deposito bank,” kata Anita. Untuk menghasilkan
return di atas bunga deposito, Lautandhana Management akan menempatkan dana kelolaan produknya di surat berharga negara (SBN), dengan porsi 80%–100%. Sedang sisanya, 0%–20% masuk ke keranjang investasi obligasi korporasi dan deposito. Lautandhana Management berencana berinvestasi di surat utang pemerintah bertenor pendek sampai menengah lebih dulu. Baru kemudian masuk juga ke SBN tenor panjang. Alasannya, jika menempatkan langsung di obligasi tenor panjang, mereka susah untuk keluarnya. Tambah lagi, “Jangka pendek dan menengah sekarang harganya lebih murah, jadi imbal hasilnya kami harapkan bisa lebih tinggi,” ujar Anita. Untuk penempatan dana kelolaan di obligasi swasta, minimal ratingnya harus BBB+. Sedang di deposito mereka pilih deposito
on call, yang bisa diambil sewaktu-waktu. Hingga akhir tahun nanti, Lautandhana Management memasang target dana kelolaan sebesar Rp 50 miliar. Mereka mengincar nasabah ritel. “Sasaran ini juga untuk mendukung program Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sedang mengedukasi masyarakat tentang keuangan,” tambah Anita. Itu sebabnya, Lautandhana Maxima Income Fund merupakan reksadana pendapatan tetap berbasis nasabah ritel pertama racikan Lautandhana Management. Investasi awal dan berikutnya dari produk ini minimal Rp 100.000. Biaya pembeliannya maksimal 1%.
Ini merupakan produk reksadana pendapatan tetap pertama Phillip Management. Anak usaha PT Phillip Securities Indonesia ini bakal meluncurkan Reksadana Phillip Goverment Bond pada Februari ini. Sesuai namanya, Phillip Management akan menempatkan dana kelolaan Reksadana Phillip Government Bond pada SBN. Porsinya mencapai 80% hingga 100%. Sisanya, 0% sampai 20% mengalir ke deposito dan obligasi korporasi. Pilihannya jatuh pada SBN bertenor panjang. Soalnya, obligasi pemerintah yang jatuh tempo sampai 20 tahun memiliki imbal hasil alias yield yang tinggi, dan pergerakannya lebih bagus. “Juga untuk mengantisipasi penurunan suku bunga di Indonesia,” kata Mercy. Untuk penempatan dana kelolaan di deposito, Phillip Management mengincar deposito perbankan dengan tenor pendek, satu bulan hingga dua bulan saja. “Yang bisa cepat dicairkan. Jadi, kalau mendadak butuh uang tunai, bisa langsung dicairkan,” jelas Mercy. Anda berminat? Siapkan investasi awal minimal Rp 50 juta untuk membeli Reksadana Phillip Government Bond. Sejatinya, Phillip Management mengincar investor institusi. Tapi, kalau ada pemodal ritel yang berminat, maka mereka siap membukakan pintu. Tahun ini, Phillip Management memburu dana kelolaan Rp 50 miliar–Rp 100 miliar. “Cocok bagi investor yang ingin berinvestasi untuk tiga tahun lebih, jadi
return juga lebih enak, imbal hasil benar-benar optimal,” ujar Mercy.
Corfina Capital meluncurkan produk ini pada 16 Januari lalu. “Corfina Pendapatan Tetap melengkapi portofolio reksadana kami, karena selama ini belum memiliki reksadana pendapatan tetap,” kata Didit Ali Perdana,
Fund Manager Corfina Capital. Corfina Capital memasang target imbal hasil untuk produknya sebesar 7%–8%. Itu sebabnya, mereka memasang strategi investasi yang berbeda dengan Lautandhana Management dan Phillip Management. Dana kelolaan yang masuk ke SBN sebesar 70% kemudian obligasi korporasi 30%. Mereka memilih menempatkan dana kelolaan di obligasi pemerintah dengan tenor 5 tahun hingga 10 tahun.
“Kami tidak mau terlalu fluktuatif,” ujar Didit. Untuk obligasi swasta, pilihannya ialah minimal mempunyai rating
single A. Didit mengungkapkan, di tahun pertama perusahaannya menargetkan perolehan dana kelolaan Rp 100 miliar–150 miliar. Sementara lima tahun ke depan, targetnya Rp 1 triliun. Anda mau pilih yang mana untuk investasi tahun ini? Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: S.S. Kurniawan