Pilihannya yang muda yang ahli



Baru Oktober nanti Jokowi dilantik untuk periode kedua jabatannya. Masih tiga bulan lagi. Tapi saat ini sudah ramai diperbincangkan siapa saja yang bakal masuk kabinet Jokowi-Maruf.

Lihat saja gelagat yang ditunjukkan partai politik dan organisasi kemasyarakatan yang merapat ke Jokowi belakangan ini. Seakan mereka yakin tokoh andalannya bisa menempati posisi menteri ataupun ring-1. Ada pula politisi yang pede menyodorkan anaknya agar bisa dipinang Jokowi masuk kabinet baru, kendatipun belum terdengar kiprahnya yang berarti di masyarakat.

Jokowi sendiri memang memberi sinyal akan memberikan tempat kepada siapa pun yang ingin bergabung di pemerintahannya. Tak hanya kepada parpol Koalisi Indonesia Kerja, tapi juga kubu sebelah. Tujuannya ingin bekerjasama memajukan dan membangun negara ini.


Jokowi menyebut, setiap periode waktu diperlukan kabinet yang berbeda karena tantangannya juga berubah. Teknologi sudah sedemikian maju, mengubah pola hidup masyarakat dan tatanan dunia usaha. Maka untuk periode 2019-2024, Jokowi ingin kabinetnya "diwarnai" anak-anak muda usia 25-an dan 30-an tahun. Ia butuh orang-orang yang dinamis, fleksibel, dan mampu mengikuti perubahan zaman.

Tapi tentu Jokowi juga butuh orang-orang berpengalaman untuk menjalankan kabinetnya agar tidak berjalan sendiri-sendiri. Untuk itu ia perlu kehadiran menteri koordinator (menko) yang senior dan berpengalaman di bidang kerjanya.

Masalahnya, seberapa besar kewenangan dan kemampuan menko itu mengendalikan menteri-menteri di bawah koordinasinya. Di kabinet sekarang saja, sering sekali menteri berbantahan dengan menko ataupun menteri lain. Batas kewenangan antar-menko pun sering tidak jelas.

Acapkali kegaduhan antar-menteri itu berlangsung terbuka dan berlarut-larut. Akibatnya rakyat jadi bingung, ucapan menteri mana yang bisa dipegang. Padahal harusnya para menteri itu punya satu visi yang sama, yakni visi presidennya.

Jokowi memang tak punya kemewahan untuk menyusun kabinet zaken yang berisi para teknokrat. Kecuali barangkali lingkungan fiskal. Tapi kalaupun mengambil anak muda dan orang partai, harusnya mereka itu memang ahli di bidangnya. Bukan pula yang sekadar mengincar posisi di Pemilu 2024. Dan jangan menyuarakan visi mereka sendiri-sendiri, supaya tidak gaduh.

Biarlah suara berbeda keluar dari masyarakat atau parlemen, bila tak setuju dengan beleid pemerintah.♦

Ardian Taufik Gesuri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi