JAKARTA. Rapat paripurna DPR RI akhirnya mengesahkan dua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) menjadi Undang-Undang (UU), Selasa (20/1). Dengan pengesahan tersebut, DPR dan pemerintah sepakat pemilihan kepala daerah (Pilkada) dilakukan langsung oleh rakyat, tanpa melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Peraturan itu seperti yang tertuang dalam Perppu No 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, serta Perppu No 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Sebelumnya, kedua Perppu tersebut diterbitkan oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhyono (SBY), pada 2 Oktober 2014. SBY menerbitkan Perppu Pilkada No 1/2014 untuk mencabut UU No 22/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD.
1 | Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota langsung oleh rakyat (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2) |
2 | Mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang mengatur pelaksanaan Pilkada secara tidak langsung oleh DPRD (Pasal 205) |
3 | Adanya uji publik calon kepala daerah agar dapat mencegah calon yang integritasnya buruk dan kemampuannya rendah. (Pasal 1 angka 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (3) huruf b, dan Pasal 7 huruf d) |
4 | Penghematan atau pemotongan anggaran Pilkada secara signifikan (Pasal 3, Pasal 65 ayat (1) huruf c, d, e & f, serta ayat (2), dan Pasal 200) |
5 | Pembatasan kampanye terbuka agar menghemat biaya dan mencegah konflik horizontal di tengah masyarakat (Pasal 69) |
6 | Pengaturan akuntabilitas penggunaan dana kampanye (Pasal 74, Pasal 75 dan Pasal 76) |
7 | Larangan politik uang dan biaya sewa parpol pengusung yang dapat berdampak pada tindakan penyalahgunaan wewenang (Pasal 47) |
8 | Larangan kampanye hitam yang dapat menimbulkan konflik horizontal (Pasal 68 huruf c) |
9 | Larangan pelibatan aparat birokrasi yang menyebabkan Pilkada tidak netral (Pasal 70) |
10 | Larangan mencopot jabatan aparat birokrasi pasca Pilkada karena dinilai tidak mendukung calon (Pasal 71) |
11 | Pengaturan yang jelas, akuntabel, dan transparan terkait penyelesaian sengketa hasil Pilkada (Bab XX Pasal 136 sd 159) |
12 | Pengaturan tanggung jawab calon atas kerusakan yang dilakukan oleh para pendukungnya (Pasal 69 huruf g, Pasal 195) |
13 | Pilkada dilakukan secara serentak secara nasional (Pasal 3 ayat (1)) |
14 | Pengaturan ambang batas bagi Parpol atau gabungan Parpol yang akan mendaftarkan calon di KPU (Pasal 40, Pasal 41) |
15 | Penyelesaian sengketa hanya 2 tingkat, yaitu Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung (Pasal 157) |
16 | Gugatan perselisihan hasil Pilkada ke Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung hanya dapat diajukan apabila gugatan tersebut dinilai dapat mempengaruhi hasil penetapan perolehan suara oleh KPU secara signifikan (Pasal 156 ayat (2)) |
Sumber: UU Pilkada |