Pilkada Diusulkan Maju September 2024, Begini Tanggapan Perludem



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan Komisi II DPR RI sepakat membahas rencana percepatan pelaksanaan Pilkada 2024 melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). 

Diketahui, melalui Perppu ini Pilkada 2024 nantinya akan dipercepat menjadi September 2024 dari yang seharusnya dilaksanakan pada November 2024. 

Direktur Eksekutif, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati menilai percepatan ini akan berdampak pada penilaian publik terkait isu Presiden ingin "cawe-cawe" atau ikut campur pada pelaksanaan Pilkada. 


Baca Juga: Kemendagri Usulkan Perppu Percepatan Pilkada 2024, Berikut Isinya

Mengingat masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan berakhir pada Oktober 2024. Sehingga jika pelaksanaan pilkada tetap pada ketentuan awal November 2024 Presiden sudah tidak bisa ikut campur dalam kontestasi Pilkada, pun sebaliknya. 

"Jadi asumsi itu tidak bisa dihindarkan karena keputusan memajukan pilkada ini juga tidak konsisten dengan keputusan pemerintah sebelumnya yang tidak merevisi UU Pemilu dan Pilkada," kata Nisa pada Kontan.co.id, Minggu (24/9). 

Selain itu ia menilai percepatan ini akan berdampak pada banyak hal termasuk kesiapan anggaran dari masing-masing daerah. Musababnya, percepatan ini tentu akan berdampak pada seluruh jadwal tahapan Pilkada. 

"Kalau dimajukan, penyelenggara pemilu perlu mendapatkan kepastian soal anggarannya. Kalau belum ada kepastian, maka akan sulit penyelenggara pemilu mempersiapkan tahapannya," terang Nisa. 

Baca Juga: Antisipasi Kekosongan Kepala Daerah Jadi Alasan Pilkada Maju September 2024

Sementara bagi peserta pemilu perlu mendapatkan kepastian kapan tahapan pilkada dimulai, karena mereka perlu menyiapkan proses pencalonan pilkadanya. 

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan alasan percepatan pelaksanan Pilkada ini agar tidak ada kekosongan kepala daerah secara masif pasa awal tahun 2025. 

Mengacu data miliknya, saat ini terdapat 101 dan 4 daerah otonomi baru di Papua yang diisi oleh Penjabat (Pj) Kepala Daerah sejak 2022. Kemudian terdapat 170 daerah yang diisi oleh Pj kepala daerah pada tahun 2023, serta 270 kepala daerah hasil pemilihan tahun 2020 akan berakhir pada 31 Desember 2024. 

"Jika dilihat dari data tersebut maka terdapat potensi terjadi kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025 dan jika ini terjadi maka pada 1 januari 2025 terdapat 545 daerah tidak memiliki kepala daerah defenitif," kata Tito. 

Selanjutnya: Tersulut Harga Komoditas, Ini Tips Berinvestasi di Saham Berbasis Energi

Menarik Dibaca: Jangan Sampai Salah, Ini Cara Mencuci Baju Khusus Olahraga!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .