JAKARTA. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan pemungutan suara pilkada serentak 2018 di 171 daerah digelar 27 Juni. Simulasi tahapan pilkada tersebut sedang disusun untuk diajukan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR pekan depan. Pilkada serentak 2018 akan menjadi pilkada serentak gelombang ketiga yang memilih kepala daerah di 17 provinsi serta 154 kabupaten dan kota. Sebelumnya, pada 2017 sudah berlangsung pemilihan di 101 daerah dan pada 2015 berlangsung di 269 daerah. Tiga provinsi dengan jumlah penduduk ”gemuk”, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, juga akan memilih kepala daerah pada pilkada gelombang ketiga ini.
”Kemarin sudah diputuskan dalam pleno KPU. Tanggal 25 ini akan disampaikan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II. Pemungutan suara pilkada akan dilaksanakan pada Rabu tanggal 27 Juni 2018,” kata Ketua KPU Arief Budiman di Gedung KPU, Jakarta, Kamis (20/4). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sudah menyebutkan pelaksanaan pilkada tahun 2018 digelar pada Juni. Pekan terakhir pada bulan itu dipilih, menurut Arif, karena di awal hingga tengah bulan merupakan momentum bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri. Secara umum, lanjut Arief, tidak ada perbedaan tahapan pilkada yang akan dimulai delapan bulan sebelum hari penghitungan suara. KPU kini tengah mematangkan draf Peraturan KPU tentang tahapan dan jadwal pilkada serentak 2018. Draf itu akan terlebih dahulu di uji publik sebelum dibawa ke rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR. Arief memastikan penyiapan Peraturan KPU itu tak akan menunggu putusan MK atas uji materi Pasal 9A dalam UU No 10/2016 yang diajukan KPU periode 2012-2017. Pasal itu mewajibkan KPU membahas peraturan teknis pilkada dalam RDP bersama DPR dan pemerintah yang bersifat mengikat. ”Akan jalan terus. Kalau ada ketentuan baru, semua akan ikuti aturan itu,” kata Arief. Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali menjanjikan, Komisi II tidak akan memaksakan kehendak kepada penyelenggara pemilu pada saat RDP. Dia menjamin, pemahaman RDP bersifat mengikat penyelenggara pemilu dalam penyusunan peraturan teknis pilkada hanya diterapkan pada poin-poin yang menjadi kesepakatan bersama di antara Komisi II dan penyelenggara pemilu. ”Bukan hanya KPU, melainkan juga mitra mana pun dalam rapat dengar pendapat di ujung diambil kesimpulan yang disepakati di antara komisi setelah itu dilempar ke mitra. Mengikat itu kalau sudah disepakati kedua belah pihak,” kata Zainudin.
Saat ditanya soal sikap Komisi II yang ”memaksa” penerapan ketentuan calon terpidana percobaan diperbolehkan untuk mendaftar pilkada serentak 2017 kendati sudah ditolak KPU, ia mengaku tidak tahu. ”Sekarang semoga tak ada,” katanya. Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik Pratama, mengingatkan KPU untuk juga memperhatikan tantangan partisipasi saat memutuskan pemungutan suara pada 27 Juni 2018. Ini karena hari itu hanya jeda 12 hari dari Idul Fitri yang berada di sekitar tanggal 15 Juni. ”Pemilih bisa merasa masih dalam waktu liburan. Mengingat salah satu tafsir atas sebab partisipasi rendah ialah kerap kali pemilih menganggap hari pemilihan sebagai waktu berlibur,” kata Heroik. (GAL/Harian Kompas) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto