Pilkada serentak, ekonomi 2018 belum tentu ngegas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia memasuki tahun politik mulai 2018 nanti. Momentum tersebut, diperkirakan akan meningkatkan aktivitas perekonomian yang bisa menopang pertumbuhan ekonomi tahun depan. Meski demikian, Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, tahun depan akan diselenggarakan 171 pilkada serentak yang jatuh pada 27 Juni 2018. Namun, upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan dalam RAPBN 2018 sebesar 5,4% tak mudah, meski tak mustahil juga. Pilkada lanjut dia, memang akan meningkatkan aktivitas ekonomi. Adanya Pilkada tahun 2016 membuat konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) mencatat pertumbuhan tinggi, sebesar 6,62% year on year (YoY). Namun, kontribusinya ke Produk Domestik Bruto (PDB) hanya 1,16%. Di sisi lain, kondisi penerimaan pajak yang secara hostoris selalu mencatatkan selisih dengan targetnya (shortfall). Hal itu bisa membuat dunia usaha bisa wait and see hingga ada kepastian terpilihnya pemimpin baru atau incumbent di daerah. "Baru setelah itu mereka akan melakukan kalkulasi apakah akan melakukan ekspansi atau business as usual," kata Eko dalam acara diskusi di Jakarta, Rabu (18/10). Tak hanya itu, Eko memperkirakan optimsime dunia usaha juga akan menurun sejalan dengan beban pajak yang meningkat. Ia memperkirakan, target penerimaan negara dalam APBN-P tahun ini dipatok sebesar Rp 1.736,1 triliun sulit tercapai. Sebab, realisasi penerimaan pajak sebagai penopang utama penerimaan negara hingga akhir bulan lalu baru mencapai Rp 770 triliun atau 60% dari target. Jika tak tercapai maka akan berimplikasi pada target penerimaan negara tahun depan yang dipatok sebesar Rp 1.894,7 triliun, meski kenaikannya hanya 9,14% dari target APBN-P tahun ini. Apalagi, di tahun depan sudah tidak ada tax amnesti. Sementara implementasi Automatic Exchange of Information (AEoI) diperkirakan baru akan terasa dampaknya di tahun 2019 mendatang. Menurutnya, penerimaan yang realisasinya di bawah target, berarti akan ada ekstra effort dari pemerintah untuk mengejar penerimaan pajak. Akibatnya, optimisme dunia usaha menurun karena beban pajak meningkat. Dengan demikian, momentum peningkatan pertumbuhan ekonomi semakin tidak optimal. Pihaknya memperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahun depan hanya akan berada di kisaran 5%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dessy Rosalina