Pilpres 2014 diprediksi aman tanpa kekacauan



JAKARTA. Pertarungan memperebutkan kursi RI 1 dan RI 2 antara pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa akan berjalan sengit. Kendati begitu, diprediksi pemilihan presiden akan berjalan aman tanpa kekacauan. Hal itu dikatakan AM Putut Prabantoro, Konsultan Komunikasi Politik, di Jakarta, dalam siaran pers, Jumat (6/6). Menurutnya tidak ada kekacauan (chaos) ataupun konflik horizontal dalam penyelenggaraan atau pasca Pilpres 2014. Diyakini, kedua Capres mencintai bangsa dan negara Indonesia sehingga tidak membiarkan terjadinya kekacauan akan terjadi. Selain itu,  baik pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa dan Joko Widodo – Jusuf Kala memiliki jiwa ksatria dalam memenangkan pilpres.   Putut bilang, peristiwa kekerasan intoleransi atas nama agama yang terjadi di Yogyakarta pekan lalu terkait dengan meningkatnya ketegangan politik pilpres tidak berpotensi menimbulkan kekacauan yang besar. "Jadi penyelenggaraan pilpres pada Juli nanti akan berlangsung lancar, aman dan damai," ujarnya.   Putut bilang, sekalipun pada saat ini terjadi saling serang antar kedua belah pihak yang bersifat black campaign ataupun negative campaign, pilpres 2014 tetap aman dan damai. Sekalipun oleh banyak orang bahkan oleh orang yang katanya memiliki indera keenam, diprediksi situasi saling serang itu akan mendorong terjadinya konflik horizontal antara pendukung kedua Capres-Cawapres,  tidak akan terbukti. Menurutnya, konflik horizontal antar para pendukung kedua Capres hanya akan terjadi jika Bangsa Indonesia memiliki mindset seperti itu dan menghendaki negaranya hancur. Kekacauan sangat bisa terjadi ketika rakyat, KPU, Bawaslu, TNI dan Polri juga memiliki mindset bahwa akan terjadi kekacauan dan konflik horizontal dalam pemilu pada Juli nanti.   “Kita semua tidak menghendaki, bangsa dan negara ini terpecah-pecah, tercabik-cabik dan porak-poranda karena pilpres 2014. Jika kita semua termasuk para pendukung, calon pemilih, penyelenggara dan pengawas pemilu, aparat dan pemerintah mempunyai mindset seperti itu, artinya kita semua menginginkan bangsa dan negara ini hancur. Yang menjadi pertanyaan, pihak mana yang menginginkan negara dan bangsa ini hancur? Kalau ada, pihak mana? Internal atau eksternal ?,” tegasnya.   Dalam penjelasan lebih lanjutnya, Putut Prabantoro berkeyakinan bahwa pilpres pada Juli 2014 adalah “perang” para kesatria yang memegang teguh sifat-sifatnya. Dan jika karena sesuatu hal, “perang” tanding ini berubah “perang tanding” yang berubah menjadi kekacauan atau konflik horizontal, itu artinya ada fungsi aparat keamanan yang tidak berjalan yakni intelijen.   Oleh karena itu, kasus intoleransi di Jogya, tidak bisa serta merta dikaitkan dengan pilpres karena hanya melihat dari permukaannya saja. Karena, demikian dijelaskan lebih lanjut, sebelum kejadian pekan lalu, ada beberapa aksi kekerasan intoleransi yang terjadi di Yogyakarta bahkan jauh sebelum pilihan anggota legislatif pada April lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan