Pilpres ketat, investor asing ikut-ikut cemas



JAKARTA. Ketatnya persaingan antara dua kandidat dalam ajang pemilihan presiden yang berlangsung hari ini memicu kecemasan investor asing. Mereka khawatir, jika pemenang pilpres 2014 tidak pro-pasar, akan terjadi aksi penjualan aset Indonesia secara masif. Namun, sejumlah analis menilai, siapapun yang keluar sebagai pemenang, dia harus mengeluarkan kebijakan yang sama untuk menarik investasi asing. "Seluruh retorika selama kampanye politik akan dikesampingkan saat salah satu kandidat terpilih menjadi presiden," jelas Fauzi Ichsan, senior economist Standard Chartered kepada CNBC. Dia menambahkan, perekonomian Indonesia saat ini menghadapi defisit neraca perdagangan dan defisit fiskal. Sehingga, "Siapapun presidennya, dia membutuhkan investasi asing, apakah melalui investasi asing langsung atau investasi portofolio," paparnya. Selain itu, lanjutnya, presiden terpilih juga harus menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada kuartal pertama 2015. Kontes pilpres terketat di IndonesiaSeperti yang diketahui, kontes pilpres kali ini menjadi kontes pilpres terberat antara Prabowo dan Jokowi. Hasil poling terakhir menunjukkan, semakin tipisnya jarak dukungan antara Jokowi dan pesaingnya Prabowo Subianto. Margin yang tadinya 25 basis poin antara Jokowi dan rivalnya, kini tersisa 3 basis poin.Meski demikian, siapapun yang memenangkan pertarungan ini, harus menjawab pertanyaan bagaimana memangkas subsidi BBM pemerintah. Indonesia ditargetkan menggelontorkan dana sekitar Rp 285 triliun atau US$ 25 miliar untuk subsidi BBM pada tahun ini. Nilai itu mengambil jatah 15% dari total anggaran belanja negara. Pada tahun 2013, beban subsidi BBM mencapai Rp 240 triliun. "Bagi kedua kandidat, mandat pilpres sama dengan bagaimana mendongkrak kembali perekonomian," ungkap Medha Samant, investment director Fidelity Worldwide kepada CNBC. Menurut Samant, hal terpenting yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah menarik lebih banyak modal. Analis asing memprediksi, jika Jokowi kalah, akan terjadi aksi jual besar-besaran. Sepanjang tahun ini, arus dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia mencapai US$ 10 miliar. Sebagian besar dipicu oleh ekspektasi kemenangan Jokowi. Namun, sejak Mei di mana hasil sejumlah poling menunjukkan jumlah dukungan untuk Jokowi menurun, terjadi aksi jual di pasar saham. Catatan CNBC menunjukkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpangka sekitar 3% dari level tertingginya pada pertengahan Mei lalu hingga awal Juli. Sementara, rupiah melemah 5,6% terhadap dollar AS. Andrew Freris, CEO Ecognosis Advisory memiliki pendapat senada. "Saya memprediksi pelepasan aset yang substansial jika Jokowi tidak menang," imbuhnya. Namun, dia tidak mencemaskan hal itu karena pasar saham Indonesia sudah pernah mengalami penurunan sebesar 16% pada paruh kedua 2013 karena isu tapering the Fed dan berhasil pulih. "Pasar tidak terlalu peduli mengenai politik selama fundamental suatu negara baik-baik saja," jelas Freris.


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie