KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA) Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN) terus berupaya menjadi fasilitator proyek pembangunan infrastruktur yang berasal dari non-APBN.
Chief Exexutive Officer (CEO) PINA Ekoputro Adijayanto, salah satu fungsi PINA adalah sebagai fasilitator untuk mempercepat pembiayaan proyek yang menggunakan dana diluar anggaran APBN maupun APBD. "Kita ini sebagai enabler terutama adalah untuk
accelerate non government budget project financing," kata
Chief Exexutive Officer (CEO) PINA Ekoputro Adijayanto, Senin (15/7).
Saat ini proyek yang ditawarkan PINA terbagi dalam 4 sektor. Yakni sektor perhubungan, sektor energi dan kelistrikan, industri dan perkebunan, serta proyek perumahan. Eko mengatakan, proyek difasilitasi oleh PINA merupakan proyek yang
visible dan
bankable. Yaitu proyek dengan
internal rate of return (IRR) diatas 13%. "Pina harus project yang IRR (
internal rate of returnnya) diatas 13%," ucap dia. Eko mengaku susah-susah gampang mendapatkan proyek dengan kriteria seperti itu. Sebab, proyek dengan IRR diatas 13 persen merupakan proyek dengan feasibility studies (FS) yang mumpuni. Selain itu harus ada pihak
financial advisor profesional yang menilai bahwa FS suatu pemilik proyek terbilang bagus. "FS itu kuncinya harus diendorse oleh pihak independen yang profesional dibidangnya," terang dia. PINA akan menanyakan pemilik proyek untuk terkait FS dan/atau master plan proyek. Setelah itu, PINA berperan sebagai fasilitator atau
matchmaking dengan memfasilitasi pertemuan antara investing atau pemilik proyek dengan investor. Fungsi fasilitator ini memegang peranan utama setelah
license diberikan kepada investor agar para investor dapat mendapatkan keyakinan untuk berinvestasi pada suatu proyek infrastruktur. "Ini bukan pekerjaan gampang dan memang kita harus memfasilitasi. Kita ini
facilitating agent," kata dia. Hal ini dinilai penting karena pada 2045 sebanyak 73 persen penduduk diperkirakan akan tinggal di perkotaan. Sebab itu, pengembangan infrastruktur perkotaan harus dibangun sejak saat ini. Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, proyek infrastruktur masih akan menarik minat investor untuk berinvestasi di Indonesia. Terlabih saat ini terdapat skema pembayaran
Public Private Partnership (PPP). "Banyak proyek infrastruktur yg menarik untuk investor. Juga dengan skema PPP," kata Shinta. Disamping itu, Ia meminta agar pemerintah memperbaiki regulasi terkait investasi. Pertama, yang diperbaiki adalah regulasi dan perizinan terutama overlapping antara Pusat dan daerah. "Sampai saat ini OSS belum berjalan dengan baik karena tidak bisa integrasi perizinan daerah," ucap dia.
Kedua, reformasi ketenagakerjaan dengan revisi UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Ketiga, reformasi perpajakan. Serta reformasi birokrasi. Selama 2018, PINA telah memfasilitasi 11 proyek, fasilitasi terhadap lebih dari 700 km jalan tol, fasilitasi pembangunan 225 megawatt pembangkit listrik, dengan total nilai sekitar 3,3 miliar USD atau sekitar Rp 47 triliun. Tahun ini, PINA menargetkan untuk dapat memfasilitasi 6 miliar USD atau sekitar Rp 84 triliun. Hingga semester I 2019, PINA telah memfasilitasi proyek senilai 1 miliar USD. Meski begitu, PINA optimis target mampu tercapai karena diyakini fasilitasi akan banyak terjadi pada semester II 2019. Saat ini beberapa proyek besar tengah difasilitasi PINA diantaranya proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Kalimantan Selatan oleh Sarawak Energy dengan PT Kayan Hydropower Nusantara, serta proyek pembangunan jalan tol Probolinggo-Banyuwangi antara PT Jasamarga dengan China Construction Communication Company. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini