Pinjaman Bank Dunia dorong BUMN lebih mandiri



JAKARTA. Keinginan pemerintah agar perusahaan negara bisa mendapat utang langsung dari Bank Dunia makin mantap. Pemerintah ingin dengan kebijakan ini pengelolaan perusahaan negara menjadi lebih sehat dan akuntabel.

Selain itu, Direktur Strategi Portfolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Schneider Siahaan menilai, mekanisme pencairan utang secara langsung dari Bank Dunia kepada BUMN akan lebih ringkas. Selama ini, pinjaman dari Bank Dunia untuk perusahaan negara disalurkan melalui mekanisme penerusan pinjaman alias subsidiary loan agreement (SLA).

Mekanisme baru ini akan memangkas proses birokrasi. Karena perusahaan negara cukup mendapatkan persetujuan dari pemegang saham.


Selama ini mereka harus mendapat persetujuan terlebih dulu dari Menteri BUMN, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Keuangan, juga DPR. Akibatnya, proses pencairan utang makin lama dan sering kali ujungnya utang dari Bank Dunia itu tidak terpakai.

"Kami ingin BUMN lebih mandiri," kata Schneider, Rabu (18/7). Selain itu, BUMN akan berlomba berkinerja baik agar mereka bisa dapat pinjaman dari Bank Dunia dengan bunga yang murah.

Kalau tidak ada aral melintang, pemerintah ingin mekanisme ini bisa berjalan mulai 2013 mendatang. Sebab, Bank Dunia sendiri telah memberikan sinyal lampu hijau untuk mendanai infrastruktur di Indonesia, pada saat kunjungan kerja Direktur Bank Dunia, Sri Mulyani Indrawati, beberapa waktu lalu di Jakarta.

Pemerintah juga ingin membuat skema pendanaan, dimana Bank Dunia menjadi penjamin pendanaan proyek infrastruktur Indonesia. Tujuannya, agar perusahaan penggarap proyek infrastruktur mendapat utang jangka panjang.

Meski begitu, Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengingatkan, pinjaman dari Bank Dunia ini belum tentu menguntungkan bagi Indonesia. Sebab, berdasarkan pengalaman Indonesia menggunakan pinjaman dari Bank Dunia, biasanya memberikan banyak persyaratan.

Ia mencontohkan, utang dari Bank Dunia untuk membangun Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu). Meskipun komitmen utang telah di teken, ternyata banyak persyaratan pencairan yang menyebabkan pelaksanaan pembangunan jembatan menjadi molor. Akibatnya, Indonesia harus membayar komitmen utang yang argonya sudah mulai berputar sejak diteken.

Selain itu, Bank Dunia biasanya juga mengatur detail harus menggunakan barang apa dan membeli kepada siapa. Ujungnya pelaksanaan proyek menjadi tidak efisien.

Untuk mendanai proyek infrastruktur pemerintah, Aviliani lebih setuju jika pemerintah menggunakan pendanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). "Pemerintah bisa menerbitkan obligasi negara untuk mendanai proyek infrastruktur, karena peminatnya masih tinggi," kata Aviliani.

Cara lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah menawarkan proyek tersebut kepada swasta. Selain itu, pemerintah masih bisa mendorong bank pelat merah untuk mengucurkan dana kepada BUMN agar menggarap proyek-proyek infrastruktur pemerintah tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie