Pinjaman lewat fintech bisa tembus Rp 10 triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) semakin optimistis atas prospek bisnis financial technology (fintech) berbasis peer to peer (P2P) lending di tahun depan. Pasalnya, OJK berani memprediksi nominal penyaluran pinjaman bisa menyentuh angka berkisar Rp 5 triliun sampai Rp 10 triliun. Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi mengatakan, tren bisnis fintech berbasis bakal lending akan semakin melejit di tahun depan. Per November 2017 saja misalnya, OJK mencatat total penyaluran pinjaman fintech lending telah mencapai Rp 2,25 triliun. Angka ini meroket 811,15% dari perolehan akhir Desember 2016 lalu yang hanya tercatat Rp 247,35 miliar.

Di tutup tahun ini, Hendrikus menyebut penyaluran pinjaman bisa sentuh angka Rp 3 triliun. Sementara, dari sisi pemain fintech lending, OJK melaporkan setidaknya 27 perusahaan telah mengantongi izin terdaftar dari OJK.

Ada 32 perusahaan yang dalam proses pendaftaran sedangkan perusahaan yang berminat mendaftar terdapat 28 perusahaan. Sehingga jika ditotal terdapat 87 perusahaan fintech lending baik yang sudah terdaftar maupun sedang melalui proses pendaftaran. "Potensi penyaluran pinjaman tahun depan diperkirakan Rp 5 triliun sampai Rp 10 triliun dengan 50 perusahaan yang akan terdaftar," kata Hendrikus kepada Kontan.co.id, Selasa (19/12). Hendrikus bilang, tantangan utama ke depan adalah dalam hal penguatan infrastruktur ekonomi digital. Seperti akses online E-KTP ke Dukcapil Kemendagri.


Akses ini diperlukan sebagai prasyarat utama bagi penggunaan teknologi full know your customer (E-KYC). Teknologi ini memungkinkan transaksi keuangan secara digital antar tempat, kota, pulau, dan lintas wilayah tanpa perlu bertatap muka secara langsung dan murni berbasis teknogi biometrik. Tantangan lain yang perlu dibenahi adalah kepastian perlakuan kebijakan perpajakan. Dalam industri fintech P2P lending, seorang penerima pinjaman dapat memperoleh pinjaman dari ribuan orang pemberi pinjaman. Mekanisme perhitungan pajak akan sangat rumit. "Penyelenggara fintech berharap dapat ditunjuk sebagai Wapu atau wajib pungut pajak, dan bagi para individu pemberi pinjaman diberlakukan pajak final," kata Hendrikus Kedua tantangan utama ini, terang Hendrikus, berada dalam yurisdiksi pemerintah, dan diharapkan dapat segera diselesaikan dalam semangat kerja dan kerja dari pemerintahan Jokowi, untuk mendukung semangat pembangunan Indonesia dari pinggiran atau nawacita melalui pengembangan ekonomi digital. Sementara masuknya tahun politik di 2018 dalam industri fintech P2P lending diprediksi tidak akan mengganggu iklim bisnis lantaran yang sifatnya sangat ritel. Keputusan pendanaan tidak ditentukan oleh seorang atau sekelompok orang atau golongan. Penentu dan pengambil keputusan pendanaan gotong royong adalah setiap individu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina