Pinjaman siaga hanya akan ditarik US$ 2 miliar



JAKARTA. Seretnya penerimaan negara tahun ini menyebabkan defisit anggaran bakal membengkak menjadi 2,23% dari produk domestik bruto (PDB). Untuk menutupi pembengkakan defisit, pemerintah berniat memanfaatkan pinjaman siaga senilai US$ 2 miliar dan utang multilateral.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 pagu defisit anggaran adalah 1,9% dari PDB atau Rp 222,5 triliun. Dalam outlook terbaru, pemerintah memperkirakan defisit membengkak menjadi Rp 260 triliun, atau 2,23% dari PDB. Ini berarti ada tambahan defisit sebesar Rp 37,5 triliun. Jumlah defisit tersebut jelas harus ditutup.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Robert Pakpahan mengatakan, pemerintah akan memanfaatkan pinjaman siaga yang nilainya saat ini US$ 5 miliar. Pinjaman siaga ini sudah didapat sejak lama, dan merupakan pinjaman dari berbagai lembaga multilateral, seperti Asian Development Bank (ADB).


Dana US$ 5 miliar tersebut tidak akan diambil seluruhnya oleh Kemkeu di tahun ini. "Itu US$ 2 miliar atau kurang lebih Rp 26 triliun bisa saja kita cairkan akhir tahun ini, kalau pelebaran defisit terjadi," ujar Robert, akhir pekan lalu.

Selain pinjaman siaga, pemerintah juga akan memanfaatkan pinjaman program multilateral senilai US$ 1,15 miliar. Pinjaman ini terdiri dari pinjaman dari Bank Dunia yang nilainya US$ 500 juta,  dan ADB sebesar US$ 500 juta. Pinjaman lain berasal dari AFD (Bank Pembangunan Prancis) dan KFDW (Bank Pembangunan Jerman).

Direktur Strategis dan Portofolio Utang DJPPR Kemkeu Schneider Siahaan menjelaskan, kepastian penarikan utang baru akan diambil menjelang akhir tahun ini. Jika pada triwulan IV-2015 defisit sudah melebihi target anggaran, barulah pemerintah menarik pinjaman baru.

Opsi menutup defisit dengan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) juga tetap dieksekusi. Dua SBN dalam bentuk valuta asing (valas),  yaitu Euro bond dan Samurai bond akan diterbitkan. Namun, pemerintah belum menentukan waktunya. "Euro nunggu pricing. Situasi Yunani masih goyang," ujar dia. Sedangkan Samurai bond masih menunggu jawaban dari otoritas pajak pemerintah Jepang terkait penghitungan pajak obligasi tak bergaransi.

Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat, pemerintah tidak punya pilihan selain menggunakan pinjaman siaga dan utang program. Pasalnya kalau menggunakan SBN, pemerintah harus bertemu dengan DPR untuk mengajukan tambahan kuota.

Kalau pemerintah harus ke DPR, dampaknya terhadap ekonomi tidak akan baik. Pasar akan semakin bergejolak dan kepercayaan investor dipertaruhkan. Alhasil, jalan keluar yang diambil adalah memanfaatkan pinjaman siaga dan program.

Menurut hitungan Lana, defisit anggaran di akhir tahun masih aman karena serapan belanja relatif rendah. Namun, pemerintah perlu memberikan keyakinan pada pasar. Dengan turunnya penerimaan pajak, ada kekhawatiran di pasar, bahwa pemerintah tidak bisa merealisasikan belanja. Karena itu, pemerintah memang harus meyakinkan pasar bahwa ada uang untuk belanja negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie