KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis pinjaman peer to peer lending makin menderu. Hingga September 2019, industri P2P lending telah menyalurkan pinjaman mencapai Rp 60,4 triliun. Kendati demikian, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai industri lebih fokus meningkatkan kualitas dan kuantitas pemberi pinjaman (lender). Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI Tumbur Pardede mengatakan, strategi ke depan yang akan menjadi kunci bagi industri P2P lending adalah kepercayaan pemberi pinjaman (lender). Ia mengaku bila bisa meningkatkan lender, maka secara otomatis jumlah realisasi pinjaman akan ikut tergerek. “Kalau dari segi penyaluran masih terdapat gap kebutuhan pembiayaan senilai Rp 1.000 triliun bagi masyarakat yang tidak terlayani lembaga keuangan konvensional. Sehingga untuk mengisi gap itu, P2P lending harus bisa meyakinkan dan mitigasi risiko dengan baik agar lender,” ujar Tumbur kepada Kontan.co.id pada Selasa (29/10).
Baca Juga: Fintech ilegal dari server luar negeri jadi masalah besar satgas waspada investasi Menurutnya, P2P lending harus fokus dan bisa mempertahankan lender yang sudah ada. “Kapasitas tahun ini, AFPI aggap industri P2P lending berhasil karena bisa mencapai target yang telah ditetapkan. Sehingga tahun depan harus ditingkatkan untuk mitigasi risiko bagi lender,” kata Tumbur. Bisnis PT Amartha Mikro Fintek juga terus menanjak sepanjang 10 bulan pertama 2019. Hingga saat ini, Amartha telah menyalurkan pinjaman senilai Rp 1,49 triliun. Pinjaman ini sudah disalurkan kepada 316.148 pelaku pengusaha mikro perempuan. “Target tahun ini sudah hampi tercapai yakni Rp 1,5 triliun. Hal ini terdorong dari meningkatnya jumlah lender,” ujar Chief Commercial Officer Amartha Hadi Wenas beberapa waktu lalu. Baca Juga: AFPI : Kini P2P lending tak hanya bisnis pinjam meminjam tapi bisa aksi korporasi