Pinsar Petelur ungkap faktor mahalnya telur belakangan ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga telur salah satunya disebabkan oleh kekurangan stok ayam petelur yang dialihkan menjadi ayam potong untuk menemui kebutuhan daging pada masa lebaran. Alasan kedua karena adanya penyakit pada ayam petelur.

Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Petelur Nasional menyatakan kini harga ayam telah berangsur turun seiring mulai tumbuhnya ayam muda.

Ketua Pinsar Petelur Nasional, Feri menjelaskan produksi telur nasional diperkirakan mencapai 6.800 ton per hari, namun terjadi penurunan 20% yang sebagian karena penyakit dan lainnya karena afkir jelang lebaran.


"Itu kita potong karena karakteristik ayam petelur yang dagingnya keras dan dicari untuk opor, pasti carinya ayam petelur atau ayam kampung. Jadi setiap tahun jelang lebaran pasti kita afkir," kata Feri, Senin (16/7).

Menurutnya kini di tingkat peternakan, harga telur telah mencapai Rp 21.000 - Rp 22.000 per kilogram. Harga tersebut sudah turun dari siklus jelang lebaran dimana mencapai Rp 25.000 per kg sedangkan di konsumen dihargai Rp 30.000 per kg.

Feri mengakui harga telur juga naik karena adanya biaya yang harus dibayarkan sebagai substitusi dari hormon Antibiotic Growth Promoters (AGP) yang kini dilarang. Sebagai pengganti hormon tersebut, peternak menggunakan produk pengganti seperti memilih antara menggunakan vitamin, essential oil atau probiotik yang menyebabkan kenaikan harga Rp 50 - Rp 100 per kilogram pakan.

Namun hal tersebut tidak ia permasalahkan karena sejatinya untuk memastikan produk telur yang dikonsumsi masyarakat adalah produk yang sehat tanpa kontaminasi kimia.

"Sekarang ada penurunan 20% tapi nanti Agustus akan normal lagi karena ayam yang muda sudah tumbuh," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto