JAKARTA. Partai Keadilan dan Sejahtera dengan nomor urut ketiga sebagai kontestan pemilu 2014 ini memandang penting negara memberikan jaminan sosial. Tak ayal, partai berlambang bulan sabit ini mendukung pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai titah UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). PKS juga menjadi salah satu partai politik pendukung koalisi pemerintah yang ikut menggodok dan menelurkan UU No 24 tahun 2011 tentang BPJS. Beleid ini mengamanatkan pelaksanaan BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2014. Ansori Siregar, anggota Komisi IX dari Fraksi PKS menuturkan, sistem jaminan sosial melalui skema asuransi yang jalan saat ini terhitung cukup ideal. Ini membuka kesempatan kepada masyarakat mendapatkan fasilitas layanan kesehatan yang baik. "Mengingat sebagian premi ditanggung pemerintah," tuturnya. Pasalnya tak semua masyarakat memiliki fasilitas asuransi. Perusahaan pun tidak semua memberikan fasilitas asuransi bagi pegawainya. Bukan hanya itu, partai politik juga banyak yang tidak sadar akan pentingnya asuransi. "Di PKS saja tidak ada fasilitas asuransi," katanya. Terlepas semua itu, ada catatan yang mesti menjadi perhatian pemerintah menyangkut pelaksanaan jaminan sosial. Sistem ini, menurut Ansori, tidak akan berjalan optimal apabila tanpa diimbangi peningkatan jumlah infrastruktur. "Sudah pasti frekuensi masyarakat berobat ke rumah sakit akan meningkat dengan adanya kebijakan ini," jelasnya.
Dari 2.300 rumah sakit di Indonesia, baik milik swasta maupun pemerintah, sudah 1.710 rumah sakit ikut program BPJS dan 9.217 Puskesmas jadi operator BPJS. Angka ini masih dirasa belum optimal dan masih perlu ditingkatkan kembali. Sementara itu, Indra, politisi PKS di Komisi IX DPR justru bersuara keras terhadap pelaksanaan program BPJS Kesehatan. Indra tidak setuju dengan klaim pemerintah yang menyebut BPJS Kesehatan sebagai SBY Care, meniru program Obama Care yang memang diusung oleh Presiden Amerika Serikat Barack Obama saat berkampanye. Alasannya jelas, RUU BPJS adalah inisiatif dari DPR bukan dari Presiden," katanya. Indra mengkritik pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejatinya tidak terlalu peduli dengan BPJS. Contohnya, UU BPJS mengamanahkan pemerintah membuat aturan pelaksana BPJS Kesehatan mulai dari Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) paling lambat 24 November 2012. Tujuannya agar pelaksanaan BPJS Kesehatan bisa berjalan lancar. Kenyataanya pemerintah melewati batas batas tersebut. Selain itu, di UU BPJS secara jelas dan tegas mengatur orang miskin serta tidak mampu ditanggung negara dengan program Penerima Bantuan Iuran (PBI). Tapi kenyataannya, pemerintah menerbitkan PP yang memberikan batasan atau kuota penerima PBI hanya sebanyak 86,4 juta orang. "Seharusnya 96,4 juta warga layak mendapatkan PBI," katanya. Lantaran itu pula, jika menang pemilu 2014 ini, PKS menjanjikan perbaikan dan penyempurnaan pelaksanaan BPJS. Titik tolaknya pada jumlah penerima PBI yang terbatas. "Seharusnya dengan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah, seluruh masyarakat bisa menikmati layanan BPJS Kesehatan," kata politisi PKS, Arif Minardi. Saat ini baru 116 juta warga yang otomatis peserta BPJS. Terdiri dari masyarakat miskin, pegawai negeri sipil (PNS), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan beberapa karyawan swasta. Selanjutnya PKS menjanjikan tambahan alokasi dana jaminan sosial. PKS menilai porsi anggaran yang saat ini ada dengan kenaikan 37% dari bujet 2013, angka itu masih terbilang kecil. PKS pun berjanji memperjuangkan tambahan bujet sesuai misi menjamin pemerataan.
Program masih jauh dari jangkauan JAKARTA. Selain pendidikan dan kemiskinan, kesehatan selalu menjadi isu seksi yang selalu diusung partai politik (parpol) ketika melakukan kampanye. Sebab, masyarakat menilai kesehatan menjadi barang yang mahal. Karena tujuan parpol hanya untuk mendapat dukungan, program mereka cenderung pepesan kosong. Alih-alih memberikan janji konkret, justru program yang ditawarkan jauh jangkauan. Pengamat partai politik Burhanudin Muhtadi menilai program yang ditawarkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat, menggunakan anggaran negara tidak realistis. "Program terkesan hanya lips service," katanya. |