JAKARTA. Penutupan dua pabrik sigaret kretek tangan (SKT) di Lumajang dan Jember oleh perusahaan rokok PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) menuai kecurigaan pengurus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding mencurigai adanya hidden agenda dibalik penutupan pabrik pada pertengahan Mei 2014 itu. Menurutnya, pabrik di Lumajang tersebut baru dibuka oleh Bupati pada Juli 2012. “Hanya dalam waktu 1 tahun 10 bulan pabrik SKT mereka sudah tutup. Ironis dengan statement dalam laporan tahunan mereka yang menyatakan kinerja mereka sangat meyakinkan. Bahkan portofolio SKT mereka berada posisi teratas di segmen SKT," kata Karding dalam keterangannya, Selasa (27/5). Apalagi, kata dia, HMSP sebagai perusahaan multinasional yang selalu cukup data dalam memprediksi masa depan bisnis mereka, rasanya sulit dipercayai bisa tutup. Atas penutupan tersebut, Karding mengkhawatirkan akan hilangnya rokok kretek di Indonesia. Itu bisa dicermati dari beberapa hal. Pertama, soal kebijakan kepemilikan saham perusahaan kretek Indonesia oleh perusahaan multinasional asing yang sangat terbuka dan tak terbatas. “Fakta kedua, bahwa saat ini terdapat tiga perusahaan multinasional asing memiliki pabrik rokok kretek Indonesia, yakni Phillips Morris (produsen Marlboro) terhadap HMS, British American Tobacco (BAT) terhadap Bentoel, dan Korea Tobacco & Gingseng (KT&G) Korsel terhadap Trisakti,” tutur pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Panja RUU Pertembakauan itu.
PKB minta industri rokok kretek dilindungi
JAKARTA. Penutupan dua pabrik sigaret kretek tangan (SKT) di Lumajang dan Jember oleh perusahaan rokok PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) menuai kecurigaan pengurus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding mencurigai adanya hidden agenda dibalik penutupan pabrik pada pertengahan Mei 2014 itu. Menurutnya, pabrik di Lumajang tersebut baru dibuka oleh Bupati pada Juli 2012. “Hanya dalam waktu 1 tahun 10 bulan pabrik SKT mereka sudah tutup. Ironis dengan statement dalam laporan tahunan mereka yang menyatakan kinerja mereka sangat meyakinkan. Bahkan portofolio SKT mereka berada posisi teratas di segmen SKT," kata Karding dalam keterangannya, Selasa (27/5). Apalagi, kata dia, HMSP sebagai perusahaan multinasional yang selalu cukup data dalam memprediksi masa depan bisnis mereka, rasanya sulit dipercayai bisa tutup. Atas penutupan tersebut, Karding mengkhawatirkan akan hilangnya rokok kretek di Indonesia. Itu bisa dicermati dari beberapa hal. Pertama, soal kebijakan kepemilikan saham perusahaan kretek Indonesia oleh perusahaan multinasional asing yang sangat terbuka dan tak terbatas. “Fakta kedua, bahwa saat ini terdapat tiga perusahaan multinasional asing memiliki pabrik rokok kretek Indonesia, yakni Phillips Morris (produsen Marlboro) terhadap HMS, British American Tobacco (BAT) terhadap Bentoel, dan Korea Tobacco & Gingseng (KT&G) Korsel terhadap Trisakti,” tutur pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Panja RUU Pertembakauan itu.