Pornografi mungkin ilegal di China, tapi bagi Playboy Enterprises – pionir majalah hiburan dewasa - China adalah salah satu pasar paling menjanjikan di dunia. Meski lebih terkenal sebagai penerbit majalah porno, Playboy juga sukses menjalankan bisnis lain. Di antaranya, bisnis merchandise dan penjualan beragam barang, mulai fashion hingga koper bermerek dengan logo kepala kelinci. Produk-produk tersebut berhasil menarik minat pelanggan di China. Separoh dari pendapatan Playboy secara global saat ini bersumber dari lisensi produk konsumer dan sebagian lagi dikontribusikan oleh divisi medianya.
Sepanjang 2014 lalu, perusahaan yang didirikan si gaek Hugh Hefner (tahun ini berusia 89 tahun) ini berhasil membukukan penjualan ritel US$ 1,5 miliar di seluruh dunia. Lebih dari sepertiga penjualan itu bersumber dari China daratan. Kini, Playboy ingin menggenjot bisnisnya di China ke level yang lebih tinggi. “Playboy telah meraup penghasilan US$ 5 miliar dari penjualan ritel di China dalam satu dekade terakhir, dan kami ingin melipatduakannya dalam dekade berikutnya,” ujar Matt Nordby, Presiden Lisensi Global dan Chief Revenue Officer Playboy Enterprises, Rabu (6/6). “China luar biasa penting bagi bisnis kami,” tandasnya. Untuk mencapai target pertumbuhan dua kali lipat itu, Playboy mengandalkan perjanjian lisensi baru berdurasi 10 tahun dengan perusahaan manufaktur dan distribusi Handong United, yang diumumkan hari ini (Rabu 6/5) Sebelumnya, Playboy yang telah berbisnis di China lebih dari 20 tahun, telah menjalin kerjasama dengan beberapa mitra lisensi di berbagai wilayah China. Nah, melalui kerjasama dengan Handong United, Playboy berharap bisa memperluas jaringan distribusinya dari 3.100 titik ritel saat ini menjadi 3.500 titik ritel. “Handong terkenal dengan kualitas manufaktur dan luasnya hubungan mereka dengan para peritel di seantero China,” ujar Nordby. “Kami percaya platform baru ini membawa kami pada pertumbuhan dalam 10 tahun ke depan.” Playboy mengharapkan pertumbuhannya di China datang dari dua area: penjualan online dan dari konsumen perempuan. “Playboy secara tradisional memiliki daya tarik bagi kaum lelaki di China, tapi kami yakin di China juga ada peluang memasarkan merek kami bagi kaum perempuan, khususnya untuk produk-produk fashion,” ujar Nordby.