KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PLN tengah menyiapkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN periode 2024 - 2033. Berdasarkan RUPTL terbaru ini, PLN menargetkan 75% pembangkit berbasis EBT, dan sisanya 25% gas. Untuk menjalankan transisi energi ini, PLN membutuhkan investasi jumbo sekitar US$ 150 miliar. Executive Vice President Komunikasi Korporat & TJSL PLN Gregorius Adi Trianto mengatakan, untuk menjalankan visi pemerintah mencapai Net Zero Emissions 2060, PLN telah memiliki strategi dengan menyiapkan skenario Accelerated Renewable Energy Development (ARED). Skenario ini, kata Greg, telah dituangkan ke dalam RUPTL 2024 sampai dengan 2033. RUPTL tersebut akan diintegrasikan dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP).
Baca Juga: Target Transisi Energi Terancam Tidak Tercapai, PUSHEP Ungkap Penyebabnya Greg menerangkan, pertumbuhan demand listrik di Pulau Sumatra dan Jawa diperkirakan mencapai 2,5 GW per tahun paling tidak sampai tahun 2040. Tetapi RUPTL saat ini hanya merencanakan pembangunan hingga 2030, sehingga dibutuhkan perencanaan
beyond 2030 dari sekarang. "Accelerated Renewable Energy with coal phase down merupakan skenario dengan penambahan EBT 75% dan gas 25% yang akan memastikan pengurangan emisi dengan tetap menjaga keandalan sistem," kata Greg kepada KONTAN, Jumat (21/6). Greg menuturkan, di tengah mismatch antara sumber EBT yang tersebar di Sumatra dan Kalimantan, dengan pusat demand di Jawa. PLN akan bangun Green Transmission Line, sehingga potensi EBT yang tadinya tidak bisa dimanfaatkan, ke depan menjadi termanfaatkan. Di tengah tantangan intermitensi Variable Renewable Energy (VRE) yang dulunya berpotensi mempengaruhi keandalan system, maka PLN juga akan menerapkan teknologi Smart Grid. Dulu, intermitensi memengaruhi pasokan listrik karena fluktuasi. Ke depan, bauran EBT akan diakomodasi ke dalam sistem kelistrikan sehingga mampu meningkatkan bauran energi dari matahari dan angin, dari yang sebelumnya 5 GW menjadi 28 GW pada tahun 2040. Dengan penerapan Green Transmission Line dan Smart Grid maka penambahan pembangkit EBT sampai tahun 2040 meningkat menjadi ~3x lipat yang semula 22 GW (BAU) menjadi 61 GW. "Sehingga kalau dulu yang namanya intermitensi jadi tantangan yang berisiko pada keandalan. Maka ke depan Variable Renewable Energy bisa masuk dan diakomodir ke dalam sistem, kemudian dialirkan ke pelanggan, dengan sistem yang terjaga keandalannya," sambungnya. Greg mengungkapkan untuk menjalankan skenario ARED dalam transisi energi, dibutuhkan investasi sekitar US$ 150 miliar. PLN tidak bisa menghadapinya sendirian. Satu-satunya cara dengan melakukan kolaborasi.
Baca Juga: PLN Indonesia Power Gunakan Limbah Racik Uang Kertas untuk Cofiring PLTU Bengkayang Oleh karena itu, lanjutnya, PLN tengah membangun kolaborasi melalui kebijakan, teknologi, inovasi, investasi. Dalam proses kolaborasi, tentu tidak hanya tentang pembiayaan. Tapi juga akan ada transfer teknologi, pengembangan kapasitas nasional, pengembangan core competency, penciptaan lebih banyak lapangan kerja sehingga mempercepat pertumbuhan Indonesia. Adapun berdasarkan catatan Kontan, RUPTL 2024-2033 masih menggantung. Pemerintah masih menanti draft usulan dari PT Perusahaan Listrik Negara. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan, perusahaan setrum pelat merah tersebut belum menyampaikan usulan RUPTL terbaru. "Belum (ada usulan)," ujar Arifin singkat di Gedung DPR RI, Rabu (19/6). Sementara itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu menjelaskan, pembahasan belum bisa dilakukan jika PLN belum menyampaikan usulan RUPTL terbaru. "Kita tunggu saja, ini kan usulannya belum ada, belum dibahas, belum disepakati," ungkap Jisman selepas Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (19/6). Jisman menjelaskan, pengembangan proyek-proyek kelistrikan khususnya pembangkit yang masuk dalam RUPTL 2021-2030 cukup beragam. "Sebagian (proyek) jalan, sebagian banyak kendalanya," imbuhnya. Meskipun demikian, Jisman tak merinci lebih jauh detail realisasi proyek kelistrikan terkini.
Kontan mencatat, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PLN telah menyelaraskan rencana pengembangan ketenagalistrikan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). "Nah, karena RUKN dengan RUPTL ini akur, bapak ibu ingin mendengar ya barangkali bocorannya seperti apa. Pertama, sampai 2040 penambahan kapasitas pembangkit totalnya sekitar 80 GW (terdiri dari) 75% berbasis pada EBT dan 25% berbasis gas," kata Darmawan, April lalu. Darmawan menjelaskan, sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden RI Nomor 112 Tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik dimana penambahan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sudah tidak lagi masuk dalam RUPTL maka PLN akan mengandalkan pembangkit berbasis air, gas dan panas bumi sebagai baseload. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi