JAKARTA. PT PLN (Persero) belum berpikir untuk membangun PLTN karena dalam RUPTL PLN tahun 2010-2019 dan RUKN 2008-2027 tidak ada rencana tentang pembangunan PLTN. Dus, PLN akan lebih banyak menggunakan batubara dan gas untuk menekan biaya pokok produksi.Menurut Direktur Bisnis dan Manajemen Resiko PT PLN (Persero) Murtaqi Syamsudin, PLN baru bisa mengembangkan PLTN bila didukung oleh tiga faktor; yakni kebijakan pemerintah, teknologi, dan pendanaan. Pasalnya, proyek PLTN ini cukup berisiko tinggi. "Biaya kapital yang sangat tinggi, masa konstruksi yang sangat lama dan ketidakpas-tiannya sangat menyulitkan perencanaan PLTN. Tantangan penerapan PLTN lebih banyak berasal dari public acceptance dan kebijakan pemerintah sendiri," tandas Murtaqi.Segendang seperjogetan dengan Murtaqi, Anggota Dewan Energi Nasional, Rinaldy Dalimi, Indonesia jika ingin membangun PLTN membutuhkan biaya yang cukup besar. Selama ini, yang baru bisa dibangun oleh Indonesia hanya reaktor nuklir untuk kepentingan riset bukan untuk kepentingan pembangkit."Biaya investasi PLTN sangatlah mahal. Biaya decomis-sioning dan biaya penyimpanan sampah uranium harus dimasukkan pada biaya investasi sehingga harga pada tahun 2008 sebesar 7000/KW dan harga per KWH energi listriknya sebesar 8-11 sen USS/KWH. Harga di tahun 2020 akan naik dua kali lipatnya," papar Rinaldy.Rinaldy menegaskan, Indonesia sesungguhnya memiliki banyak sumber daya energi terbarukan yang dapat menggantikan peran PLTN. Misalnya, tenaga air, tenaga panas bumi, biofuel dan batubara. Potensi energi laut yang dimiliki Indonesia mencapai 240 ribu MW, tenaga air1 sebanyak 75 ribu MW, dan energi panas bumi mencapai 27 ribu MW. Belum lagi potensi biofuel Indonesia di mana Indonesia merupakan negara penghasil CPO terbesar di seluruh dunia.Sebelumnya, menurut Direktur Pusat Pengembangan Geologi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Johan Baratha Hutabarat mengatakan, di Kalan, Kalimantan Barat, terdapat cadangan uranium sebesar 900 ton dengan kadar 10.000 ppm (part per million). "Pra studi kelayakan yang telah dilakukan menunjukkan bahan baku nuklir di Kalan sudah siap ditambang dan cukup ekonomis," kata Johan.Berdasarkan pra studi kelayakan BATAN, cadangan uranium di Kalan berada di bawah tanah dengan jumlah kandungan uranium mencapai 200-10.000 ppm dan sangat ekonomis untuk diproduksi. Bahkan, BATAN sudah memperhitungkan biaya produksinya mencapai 70.000 per kilogram (kg).Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
PLN belum lirik energi nuklir
JAKARTA. PT PLN (Persero) belum berpikir untuk membangun PLTN karena dalam RUPTL PLN tahun 2010-2019 dan RUKN 2008-2027 tidak ada rencana tentang pembangunan PLTN. Dus, PLN akan lebih banyak menggunakan batubara dan gas untuk menekan biaya pokok produksi.Menurut Direktur Bisnis dan Manajemen Resiko PT PLN (Persero) Murtaqi Syamsudin, PLN baru bisa mengembangkan PLTN bila didukung oleh tiga faktor; yakni kebijakan pemerintah, teknologi, dan pendanaan. Pasalnya, proyek PLTN ini cukup berisiko tinggi. "Biaya kapital yang sangat tinggi, masa konstruksi yang sangat lama dan ketidakpas-tiannya sangat menyulitkan perencanaan PLTN. Tantangan penerapan PLTN lebih banyak berasal dari public acceptance dan kebijakan pemerintah sendiri," tandas Murtaqi.Segendang seperjogetan dengan Murtaqi, Anggota Dewan Energi Nasional, Rinaldy Dalimi, Indonesia jika ingin membangun PLTN membutuhkan biaya yang cukup besar. Selama ini, yang baru bisa dibangun oleh Indonesia hanya reaktor nuklir untuk kepentingan riset bukan untuk kepentingan pembangkit."Biaya investasi PLTN sangatlah mahal. Biaya decomis-sioning dan biaya penyimpanan sampah uranium harus dimasukkan pada biaya investasi sehingga harga pada tahun 2008 sebesar 7000/KW dan harga per KWH energi listriknya sebesar 8-11 sen USS/KWH. Harga di tahun 2020 akan naik dua kali lipatnya," papar Rinaldy.Rinaldy menegaskan, Indonesia sesungguhnya memiliki banyak sumber daya energi terbarukan yang dapat menggantikan peran PLTN. Misalnya, tenaga air, tenaga panas bumi, biofuel dan batubara. Potensi energi laut yang dimiliki Indonesia mencapai 240 ribu MW, tenaga air1 sebanyak 75 ribu MW, dan energi panas bumi mencapai 27 ribu MW. Belum lagi potensi biofuel Indonesia di mana Indonesia merupakan negara penghasil CPO terbesar di seluruh dunia.Sebelumnya, menurut Direktur Pusat Pengembangan Geologi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Johan Baratha Hutabarat mengatakan, di Kalan, Kalimantan Barat, terdapat cadangan uranium sebesar 900 ton dengan kadar 10.000 ppm (part per million). "Pra studi kelayakan yang telah dilakukan menunjukkan bahan baku nuklir di Kalan sudah siap ditambang dan cukup ekonomis," kata Johan.Berdasarkan pra studi kelayakan BATAN, cadangan uranium di Kalan berada di bawah tanah dengan jumlah kandungan uranium mencapai 200-10.000 ppm dan sangat ekonomis untuk diproduksi. Bahkan, BATAN sudah memperhitungkan biaya produksinya mencapai 70.000 per kilogram (kg).Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News