PLN Berencana Naikkan Tarif Listrik Sektor Ritel pada Beban Puncak



JAKARTA. Pembatalan rencana penerapan SKB penghematan listrik untuk mal, restoran dan hotel, tidak membuat pemerintah patah arah. Bahkan, pemerintah sudah memiliki rencana lain agar sektor ritel tersebut tetap melakukan penghematan setrum. Lewat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), pemerintah berencana menerapkan tarif berbeda yang didasarkan pada jam operasionalnya.

Menteri Perdagangan RI Mari Elka Pangestu menjelaskan, saat ini PLN sedang menyusun struktur tarif yang berbeda untuk mal mirip dengan struktur tarif yang berlaku untuk industri. "Pada jam beban puncak di mal, yakni jam 6 sore sampai jam 10 malam, maka tarif yang diberlakukan lebih tinggi. Sebaliknya, di luar peak hour tarif yang dikenakan lebih rendah. Bahkan bisa jadi yang di bawah peak hour dikenakan tarif di bawah harga normal," ujarnya usai pembukaan Rapat Kerja Departemen Perdagangan 2008 di Istana Wapres, hari ini.

Meski demikian, Mari belum dapat memastikan berapa kenaikan tarif yang akan diberlakukan itu. Dia hanya bilang, saat ini pemerintah, PLN dan pihak pengusaha, khususnya Asosiasi Ritel Indonesia masih menggodok langkah penghematan untuk sektor ritel. "Kami masih rapat koordinasi secara intensif untuk membahas itu, yang penting business to business dengan PLN. Seperti yang dilakukan dengan industri," katanya.


Selain itu, Mari juga belum bisa memberikan kepastian mengenai tenggang waktu kapan kebijakan tersebut akan diterapkan. Pasalnya, saat ini, pemerintah sedang memprioritaskan kebijakan pengalihan jam kerja bagi sektor industri. “Karena sektor inilah yang menyedot listrik lebih besar,” tutur Mari.

Pengusaha hanya Bisa Pasrah

Sementara itu, para pengusaha menanggapi dingin rencana pemerintah tersebut. Sekjen Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengaku hanya bisa bersikap pasrah terhadap aturan pemerintah. "Kalau PLN mematikan listrik pun, kita juga tidak bisa apa-apa," ujar Tutum, hari ini.

Hanya saja, menurut Tutum, pemerintah harus adil terhadap warganya. "Harusnya, pemerintah juga menekan PLN. Jangan kita saja," ucapnya. Menurutnya, posisi PLN dan pengusaha ritel sama dengan posisi produsen dan konsumen. "Masak kita sebagai konsumen mau boros?" imbuhnya.

Oleh karenanya, dia mempertanyakan alasan rencana jurus penghematan PLN itu. "Sebenarnya kita krisis listrik atau harga jual listrik terlalu rendah? Sehingga mereka mempermainkan kita," imbuhnya. Menurut Tutum, seharusnya aturan yang dibuat harus dilihat dari sisi pengusaha, bukan birokrat.

Hal senada juga diungkapkan oleh Handaka Santosa, CEO Senayan City. "Itu bukan cara yang sederhana untuk menghemat listrik," protes Handaka. Jika memang hal tersebut diterapkan, Handaka lebih memilih cara singkat, yaitu dengan membebankan kenaikan biaya ke konsumen. Maka, "Ujung-ujungnya konsumen juga yang rugi," paparnya.

Handaka juga menyayangkan rencana PLN untuk menaikkan tarif saat beban puncak. "Karena hal itu berkaitan dengan penurunan konsumsi dan perilaku konsumen yang lebih banyak berkunjung pada beban puncak tersebut," ujarnya. Dia lantas menjelaskan, kenaikan itu akan berdampak besar. Salah satunya yakni akan mempengaruhi jumlah konsumsi masyarakat. Jika itu terjadi, pemesanan pengusaha terhadap pihak ketiga juga akan berkurang. Nantinya, hal itu akan berpengaruh pada perlambatan ekonomi. "Pertumbuhan ekonomi kan dipacu dari kebutuhan konsumsi seperti ini," tandas Handaka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie