KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Pertamina (Persero) terus melakukan berbagai persiapan untuk kelancaran operasi Wilayah Kerja (WK) Rokan saat PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) resmi mengoperasikan wilayah kerja tersebut mulai 9 Agustus 2021 termasuk memastikan pasokan pembangkit listrik agar produksi Rokan tetap terjaga. Kabar yang sampai di KONTAN.co.id, bahwa proyek pembangkit listrik di Blok Rokan sebelumnya akan diberikan kepada PT Pertamina Power Indonesia (PPI). Namun ditengah jalan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga ingin menyediakan listrik di proyek strategis nasional tersebut.
Senior Vice President Corporate Communication & Investor Relation Pertamina, Agus Suprijanto, mengatakan Pertamina tengah membangun komunikasi dengan berbagai pihak untuk persiapan operasional WK Rokan, termasuk penyediaan listrik dan uap.
Penyediaan listrik dan uap sangat diperlukan dalam mendukung kelangsungan kegiatan produksi minyak yang saat ini mencapai 170.000 barel minyak per hari (sekitar 25% produksi minyak nasional). PLN telah menyampaikan penawaran awal kepada Pertamina terkait penyediaan listrik dan uap tersebut. “Pertamina menyambut baik keinginan PLN untuk menyediakan supply listrik maupun uap untuk WK Rokan mulai 9 Agustus 2021. Dengan menggandeng BUMN di sektor ketenagalistrikan, kami berharap persiapan supply listrik dan uap pasca alihkelola tetap aman. PLN bersama PHR akan melakukan pembahasan intensif terkait hal ini dalam waktu dekat," ujar Agus, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (29/10). Saat ini WK Rokan mendapat supply listrik dan uap dari
integrated power system yang meliputi fasilitas utama tiga
power generation yakni Minas Gas Turbine, Central Duri Gas dan North Duri Cogen (NDC). Terkait dengan penawaran PLN untuk menyediakan listrik dan uap di WK Rokan, Agus mengatakan saat ini Pertamina telah menyampaikan tanggapan dan menunggu proposal lanjutan dari perusahaan listrik tersebut dan berharap pembahasan Perjanjian Jual Beli Listrik dan Uap dengan pihak PLN berjalan dengan baik dan lancar, sehingga dapat ditandatangani pada bulan November 2020. "Sinergi sesama BUMN energi tidak hanya meningkatkan portofolio yang saling menguatkan kinerja operasi di sektor bisnis masing-masing, tetapi juga diharapkan mendorong proyek pengembangan strategis pemerintah akan berjalan dengan baik sesuai target yang diharapkan," pungkas Agus. Informasi yang diperoleh KONTAN, nantinya penyedian listrik untuk Blok Rokan akan dipegang oleh PT Indonesia Power Indonesia (PPI). Anak usaha PLN tersebut sudah melakukan presentasi di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) beberapa waktu lalu untuk bisa mendapatkan proyek pembangkit di Blok Rokan. Sayang, KONTAN sudah menghubungi
Executive Vice President Corporate Communcation and CSR PLN, Agung Murdifi namun belum dijawab. Bahkan, Menteri BUMN Erick Thohir sudah memberikan dukungan kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dengan berkirim surat tertanggal 18 September 2020 kepada Menteri ESDM Arifin tasrif terkait penyediaan pembangkit listrik. Salah satu isi suratnya adalah:
untuk mengatasi kondisi kelebihan pasokan pembangkit, maka diperlukan upaya peningkatan demand listrik. Kami harapkan dukungan Saudara untuk mendorong pelaku usaha menggunakan listrik yang disediakan PT PLN (Persero), antara lain dengan membatasi pemberian izin usaha penyediaan listrik dan captive power. Atas surat itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merespons isi surat yang dikirim Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir beberapa waktu lalu. Salah satu poin dari isi surat tersebut, yaitu mendorong pelaku usaha menggunakan listrik yang disediakan PT PLN (Persero) dengan membatasi pemberian izin usaha penyediaan listrik dan captive power. “Sudah tepat surat Pak Menteri. Pemerintah sudah semestinya mendukung utilisasi daya yang oversuplly di PLN,” ujar Komite Investasi BKPM Rizal Calvary Marimbo ke KONTAN, Kamis (29/10).. Rizal mengatakan, surat ini tidak berpengaruh banyak pada risiko investasi secara umum. Justru memicu persepsi positif pada iklim investasi secara keseluruhan. “Kurang tepat bila ada yang bilang surat itu akan berekses kepada penurunan persepsi risiko investasi secara umum. Justru pantauan kita persepsinya positif. Sebab, dulu itu, ketika investor mau masuk dia tanya ada listriknya enggak. Nah sekarang, listriknya melimpah di PLN. Tinggal cantolin masuk ke sistem, trus kirim ke pabriknya. Artinya, ada kemajuan akses listrikan di ease of doing businessnya,” ujat dia. Rizal mengatakan, dalam beberapa tahun belakangan EODB Indonesia terus membaik. Salah satu kontributornya adalah peringkat kemudahan akses listrik yang terus membaik. Dalam laporannya baru-baru ini, Bank Dunia menyoroti sejumlah faktor yang mendukung kemudahan bisnis di Indonesia antara lain proses untuk memulai bisnis, urusan perpajakan, kegiatan perdagangan lintas batas dan kemudahan akses listrik. “Saya baru ngobrol-ngobrol sama investor Malaysia. Dia bilang, dia baru extension pabriknya di Subang, sebab listrik sudah ada di PLN. Kalau dia bangun sendiri 2-5 MW misalnya, biaya investasinya besar lagi. Justru dia pakai listrik yang eksisting malah efisien,” ujar dia. Rizal mengatakan, kelebihan pasokan ini malah akan mempercepat investasi keseluruhan, sebab daya listrik sudah ada. "Buat apa bangun pembangkit baru. Apalagi biaya investasi bangun pembangkit biasanya sampai 70 persen dari total investasi. Pabriknya sudah ada tapi listrik belum ada. Sebab tunggu pembangkit yang masih sedang dibangun. Tinggal tugas PLN adalah bagaimana menjaga kehandalan layanan listriknya,” ujar dia. Rizal mengatakan, konsumsi listrik mengalami kontraksi sebesar -7,06% dan akan diprediksi sampai akhir tahun -6,25%. “Semua saling terkait. Ekonomi dunia, kawasan, nasional turun, maka industri juga turun dengan sendirinya. Ini efek domino atau force majeure. Daya beli masyarakat dan konsumsi listrik juga menurun. Bila investasi menurun, lebih disebabkan krisis COVID ini terjadi hampir merata diseluruh dunia. Negara asal investasi (home country) juga bermasalah dan negara tujuan investasi (host country),” ujar Rizal. Nasib Pertamina Power di Rokan Namun yang menarik, sebelum PLN masuk dalam proyek pembangkit di Blok Rokan, rupanya PT Pertamina Power Indonesia (PPI) sudah lebih dahulu melakukan
feasibility study (FS) atas proyek pembangkit yang sebesar 300 Megawatt (MW). Bahkan, Pertamina Power berharap bisa memegang kontrak proyek listrik di Rokan itu. Asal tahu saja, Pertamina sudah memiliki perusahaan pengembang listrik. Salah satu proyek yang sudah dikerjakan adalah PLTGU berkapasitas 1.760 MW ini memiliki nilai investasi sebesar US$ 1,8 miliar, dan merupakan bagian dari megaproyek 35.000 MW. Proyek itu dikerjakan oleh konsorsium Pertamina Power Indonesia (PPI), proyek PLTGU Jawa-1 ini memiliki dua project company. Yakni PT Jawa Satu Power (JSP) dan PT Jawa Satu Regas (JSR). JSP bertanggung jawab untuk melakukan desain, konstruksi, dan mengoperasikan PLTGU Jawa-1. Sedangkan JSR bertanggung jawab atas desain dan konstruksi serta pengoperasian fasilitas FSRU yang akan menerima LNG dari kilang Tangguh. Saham JSP dimiliki oleh konsorsium PPI, Marubeni, dan Sojitz dengan kepemilikan saham PPI 40%, Marubeni 40%, dan Sojitz 20% . Sedangkan saham JSR sebagian besar dimiliki oleh konsorsium PPI, Marubeni, Sojitz dan sisanya dimiliki oleh PT Humpuss Intermoda Transportasi dan Mitsui O.S.K Lines (MOL). Kepemilikan pada JSR adalah PPI 26%, Marubeni 20%, Sojitz 10%, Humpuss 25%, dan MOL 19%. Bukan saja proyek di dalam negeri, Pertamina Power juga memiliki proyek di Bangladesh. Pembangunan proyek listrik terintegrasi di Bangladesh ini merupakan tindak lanjut dari MoU sebelumnya di sektor energi yang ditandatangani Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI dengan Ministry of Power, Energy and Mineral Resources of the People’s Bangladesh pada 15 September 2017 lalu.
Dalam kesepakatan tersebut, Pertamina ditunjuk untuk membangun dan mengembangkan proyek terintegrasi di Bangladesh yang terdiri dari Independent Power Producer (IPP) Combined Cycle Gas Turbine (CCGT) Power Plant dengan kapasitas 1.200 MW. Proyek ini nantinya akan terhubung dengan fasilitas penerima LNG yang terdiri dari Floating Storage and Regasification Unit (FSRU), infrastruktur mooring dan off loading, serta jalur pipa gas baik subsea maupun onshore. Dalam proyek ini, BPDB akan bertindak sebagai pembeli listrik yang dihasilkan oleh fasilitas terintegrasi tersebut. Adapun nilai investasi dari proyek ini diperkirakan sebesar US $ 2 miliar atau sekitar Rp 26,3 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini