PLN Butuh Investasi US$ 700 Miliar Untuk Transisi Energi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT PLN membutuhkan US$ 700 miliar untuk mendukung sejumlah aktivitas program transisi energi. Salah satu kebutuhan investasi PLN adalah memasang teknologi Carbon Capture Storage (CCS) di PLTU milik PLN. 

Herry Nugraha, Excecutive Vice President Power Generation and New & Renewable Energy PLN menjelaskan US$ 700 miliar tersebut konteksnya untuk CCS di seluruh PLTU PLN, kemudian untuk pembangkit, transmisi, dan distribusi tenaga listrik. 

“Teknologi CCS ini relatif mahal investasinya,” kata Herry dalam acara Indonesia Sustainbale Energy Week 2022, Senin (10/10). Dia menambahkan, PLN sudah membuat skenario pemasangan teknologi CCS ke pembangkit PLTU milik PLN. 


Baca Juga: Mengejar PLTS Atap di Tengah Kesadaran Masyarakat Gunakan Energi Bersih

Sedikit menjelaskan, komponen biaya pembangkit terdiri dari komponen A (biaya pengembalian investasi), komponen B (biaya operasi dan pemeliharaan tetap), komponen C (biaya bahan bakar), dan komponen D (biaya operasi dan pemeliharaan variabel). 

“Pada saat komponen A pembangkit yang super-critical sudah turun atau mencapai 0, harga listrik per Kilowatt Hour menjadi lebih murah karena pengembalian. Nah di sini dipasang teknologi CCS,” paparnya. 

Dengan skenario ini, seolah-olah PLN membangun pembangkit baru karena nilai investasinya kurang lebih sama, hanya saja memanfaatkan pembangkit PLTU lama yang super-critical

Baca Juga: Cek Kriteria PLTU yang Bakal Pensiun Dini

Untuk mewujudkan skenario ini, Herry mengatakan, PLN telah melakukan studi mengenai teknologi dan kebijakan CCS. Selain mempelajari tentang teknologi menangkap karbon dioksida, PLN  juga terus melakukan kajian terkait distribusi listrik mengenai smart grid

“Juga kami lakukan kerja sama dengan UI, ITB, UGM dan universitas lainnya serta studi di internal PLN. Kami juga lakukan pusat penelitian dan pengembangan,” terangnya. 

PLN juga melaksanakan feasibility study untuk upgrading PLTU yang berada di luar Jawa dan masih perlu untuk dioperasikan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati