PLN dan produsen batubara adu kuat soal harga batubara domestik



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sedang adu kuat soal wacana penetapan harga khusus untuk batubara bagian dalam negeri atau batubara domestic market obligation (DMO). PLN merasa diuntungkan jika kebijakan itu diterapkan, sementara pengusaha batubara merasa dirugikan.

Pasalnya harga khusus batubara untuk DMO tidak bisa dipatok. Lantaran harga batubara merupakan komoditas internasional yang pergerakan harganya sesuai pasar.

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyatakan bahwa dari perspektif pelaku usaha berharap, pembelian batubara untuk pembangkit dalam negeri bisa mengacu kepada harga pasar. "Harga komoditas pada dasarnya sangat cyclycal.

Adapun harga yang sedang menguat saat ini dikhawatirkan tidak sustain dan sangat rentan dengan banyak faktor eksternal," terangnya kepada KONTAN, Selasa (30/1).

APBI dengan senang hati mendiskusikan hal ini kepada pemerintah maupun PLN. "Ini supaya, kebijakan yang akan ditetapkan tidak merugikan semua pihak," ungkap Hendra.

Direktur Eksekutif Institute Energy for Essential Services Reformn (IESR), Fabby Tumiwa menilai, dengan ditetapkannya harga DMO batubara dengan memakai formula harga cost plus margin, PLN bisa membeli komoditas tersebut lebih murah. Sehingga, harga listrik bisa disesuaikan menjadi lebih murah.

Masalahnya, apakah apakah produsen batubara setuju? "Kalau harga batubara lebih rendah, bisa saja biaya produksi listrik turun, tapi dugaan saya tidak terlalu besar," ujarnya ke KONTAN, Selasa (30/1)

Apalagi, konsep biaya cost plus margin dalam pembelian batubara juga tidak sempurna. Perlu ada batasan penggunaan formula untuk jenis batubara yang memang dipakai pembangkit.

Selain itu juga, harus ada perbedaan nilai margin sesuai kualitas. "Perlu penetapan harga DMO batubara untuk pembangkit. Tapi formulasinya, pemerintah harus hati-hati. Tidak dipukul rata," ungkapnya.

Menurut data yang diperoleh Fabby, biaya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN pada tahun 2016 adalah Rp 532 per kWh dengan harga batubara rata-rata sekitar US$ 70-an per ton. Kalau harga rata-rata batubara tahun ini di kisaran US$ 85 per ton, harga pembangkitan PLTU akan naik sekitar 600 per kwh. "Tapi dari total biaya rata-rata pembangkitan PLN hanya sekitar 2%-3%. Tidak terlalu signifikan dan bisa ditutupi dengan efisiensi internal PLN," tandasnya.

Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN menyebutkan, pihaknya masih terus meminta supaya pemerintah bisa menerapkan harga batubara melalui cost plus margin untuk pembangkit dalam negeri. Sehingga pembelian bahan baku batubara tidak mengikuti harga batubara acuan (HBA) yang sedang naik, yakni senilai US$ 95,54 per ton.

Dengan penetapan batubara DMO pembangkit dalam negeri itu, maka tarif listrik bisa disesuaikan. Malah bisa turun.

Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi menyatakan, pemerintah dalam waktu dekat ini belum menerapkan penetapan batubara DMO untuk pembangkit listrik dalam negeri.

Saat ini Kementerian ESDM malah sedang fokus mengkaji soal Harga Batubara Acuan (HBA) tersebut masuk ke dalam formula penentuan tarif listrik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini