KONTAN.CO.ID - CILEGON. PT PLN mengakui saat ini pemanfaatan limbah abu batubara atau fly ash and bottom ash (FABA) belum masif, sedangkan ketersediaan limbah ini masih sangat melimpah. Melansir data Kementerian ESDM, sepanjang 2019 produksi FABA mencapai 9,7 juta ton. Adapun khusus di PLTU Suralaya, konsumsi batubara dalam sehari sebesar 40.000 ton atau setara 12 juta ton batubara per tahun. Adapun FABA yang dihasilkan 600.000 ton dalam setahun. Saat ini pemerintah telah membuka peluang pemanfaatan FABA lewat diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Maka itu, PLN bekerja sama dengan Polri mendorong pemanfaatan limbah untuk bahan baku konstruksi lewat kegiatan pelatihan UMKM.
Irjen. Pol. Suwondo Nainggolan mengatakan, pelatihan pemanfaatan FABA sebagai bahan infrastruktur pembangunan ini dilaksanakan di seluruh Indonesia pada 46 titik PLTU dan 24 Polda.
Baca Juga: PLN Dorong Pemanfaatan FABA PLTU Suralaya “Pelatihan ini adalah bagaimana kita para Bhabinkamtibmas dapat memanfaatkan FABA menjadi produk ekonomi,” jelasnya di Cilegon, Senin (6/6). Dia berharap lewat pelatihan ini, tumbuh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang dapat membuat atau memahami tentang penggunaan FABA sehingga dapat meningkatkan perekonomian keluarganya serta nasional pada akhirnya.
Executive Vice Presiden K3L PT PLN (Persero), Komang Pramita mengatakan, FABA mulai dimanfaatkan setelah ada regulasinya di tahun 2021. “Dalam setahun ini banyak pelajaran yang dapat kami petik dan tentu kami harus belajar lebih banyak lagi bagaimana memanfaatkan FABA dengan lebih masif. Karena ini masih awal, baru setahun, paling (pemanfaatannya) baru bergerak di 5%-10% saja,” jelasnya dalam kesempatan yang sama. Oleh karenanya, menurut Komang, diperlukan perhatian seluruh pihak supaya upaya ini terus bergulir di masyarakat serta pemanfaatan FABA untuk kepentingan infrastruktur di daerah. Komang menyatakan, saat ini pemanfaatan FABA masih di tahap awal atau masih jauh jika dibandingkan dengan negara lain seperti Jepang yang sudah memanfaatkan FABA hingga 97% dan China sebanyak 67%. Artinya, jika dibandingkan dengan Indonesia, kedua negara tersebut sudah lebih masif memanfaatkan FABA-nya. Sejatinya, sejak FABA didelisting dari daftar limbah B3, PLN langsung memulai gerakan pemanfaatan limbah ini. Limbah abu batubara ini dapat diolah menjadi sejumlah produk seperti paving block, batako, tetrapod, beton precast, pengecoran jalan beton, penetral keasaan tanah, hingga pupuk. Maka itu, dia menegaskan, saatnya Indonesia menggunakan limbah ini dengan sebaik-baiknya. Diharapkan upaya ini dapat bermuara pada terciptanya sirkular ekonomi di masyarakat. Rahmad Handoko,
General Manager PT Indonesia Power Suralaya menambahkan, selama ini PLTU Suralaya bekerja sama dengan PT Energi Prima Nusantara setelah FABA didelisting dari kategori limbah B3.
Baca Juga: PLN pasok 140 ton FABA ke Adhi Karya untuk pembangunan jalan di Kalsel “Sehingga harapannya ke depan Suralaya dapat menurunkan beban biaya. Sebelumnya, Suralaya harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 40 miliar dalam setahun untuk pengangkutan dan pemusnahan FABA,” ungkapnya. Selain dapat menurunkan beban biaya tersebut, Rahmad berharap FABA juga dapat menambah nilai ekonomi melalui pemanfaatannya di dalam internal, pabrik semen hingga UMKM. Dia menegaskan, FABA non-fresh ini gratis dan dapat diambil oleh masyarakat di PLTU. Melalui perhitungannya, jika UMKM dapat memanfaatkan 10.000 ton FABA dan diolah menjadi 1 juta pcs produk paving block dengan harga Rp 50.000 per meter persegi (di mana per meter perseginya terdiri dari 40 paving block), penjualan atau omzet yang didapat UMKM dalam setahun bisa mencapai Rp 1 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .