KONTAN.CO.ID - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tengah mengkaji untuk mempertimbangkan kerjasama tukar pasokan (swap) gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) dengan perusahaan asal Singapura yakni Keppel Corporation Ltd. Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN, Nicke Widyawati mengatakan, pihaknya telah memiliki nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan Keppel untuk mengkaji pembangunan fasilitas penyimpanan gas untuk pembangkit listrik bergerak (mobile power plant/MPP) di kepulauan di Sumatera bagian utara. Nah, selanjutnya, ada pembicaraan untuk memasukkan opsi swap LNG antara jatah PLN dari Kilang Bontang, Kalimantan Timur dengan milik Keppel dalam kajian tersebut.
"Kan desain awalnya itu (LNG) diambil dari Bontang, kemudian dilihat kalau diambil dari Singapura, total harganya lebih murah atau tidak. Kajiannya ke arah situ," katanya di Gedung DPR, Rabu (6/9). Jika swap jadi dilakukan. Maka, PLN akan mendapat LNG dari Singapura. Sebaliknya, Keppel akan mendapat jatah LNG dari Kilang Bontang. Dengan swap itu, kemungkinan harga LNG tidak akan berubah yakni tetap sama dengan ketika PLN memperolehnya dari Kilang Bontang. Hanya saja, total harga termasuk biaya transportasi bisa berubah lantaran jarak antara Singapura-Sumatera dan Kalimantan Timur-Singapura berbeda. "Secara kasat mata, transportasinya kalau dari Singapura dibanding dari Bontang kan lebih pendek, tentunya pasti akan lebih murah," ujarnya. Namun, pihaknya belum melihat regulasi-regulasi yang harus dipatuhi guna merealisasikan swap tersebut. Adapun saat ini, PLN belum memiliki kontrak dengan Keppel soal pembangunan infrastruktur dan swap LNG ini. Hanya saja, keduanya baru melakukan kajian untuk pengapalan, penyimpanan, dan regasifikasi LNG di lokasi pembangkit listrik. Nicke menyatakan, dalam waktu dekat, pihaknya akan mengamendemen MoU agar kajian soal swap LNG bisa dimasukkan. "Kajian dikasih waktu enam bulan. Besok (pekan ini) mau ditandatanngani lagi MoU-nya, jadi (enam bulan) dari MoU," ujarnya. Untuk opsi swap ini, Nicke membenarkan bahwa Keppel menawarkan harga senilai US$ 3,8 per juta british thermal unit (mmbtu) untuk mulai dari infrastruktur hingga transportasi. Tapi, PLN masih menimbang harga tersebut dan baru akan diputuskan berdasarkan skema bisnis. "Jadi ini belum diputuskan," jelasnya.
Kajian ini, kata Nicke penting dilakukan lantaran MPP milik PLN sudah mulai beroperasi namun belom memperoleh pasokan gas. Hasil kajian dengan Keppel akan dipakai untuk perencanaan pembangunan infrastruktur gas di Kepulauan Natuna, Nias, dan Krueng Mae. Asal tahu saja, sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar mengatakan, setiap rencana impor gas harus dievaluasi secara hati-hati. Pasalnya, jika harga gas mahal maka akan berimbas kepada tarif listrik yang harus dibayarkan oleh masyarakat. "Semua hal-hal yang berkaitan tawaran impor harus hati-hati dievaluasi. Nah, US$ 3,8 - US$ 4 per mmbtu itu setahu saya baru regasifikasi dan transportasi," pungkasnya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto