KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) menargetkan tambahan pelanggan sebesar 3,83 juta di sepanjang tahun ini. Jumlah itu akan menggenapi pelanggan PLN yang tercatat hingga Desember 2018 sebesar 71,91 juta pelanggan. Direktur Utama PLN Sofyan Basir memaparkan, jumlah pelanggan PLN tahun lalu naik sebanyak 5,65% dibanding 2017 yang berada di angka 68,08 juta. Penambahan jumlah pelanggan ini beriringan dengan program peningkatan rasio elektifikasi yang hingga tahun lalu sudah mencapai 98,30%. Sofyan bilang, penambahan kuantitas menjadi fokus PLN, yang dilakukan sembari menyiapkan investasi untuk memeratakan keandalan listrik di seluruh wilayah Indonesia. Sebab, untuk mewujudkan hal itu, PLN perlu investasi tambahan di tengah tarif listrik yang tidak naik sejak tahun 2015.
"Pertama kami menyelesaikan kuantitas, dalam arti pemenuhan rasio (elektrifikasi). Bicara kualitas ini banyak investasi-investasi tambahan di transmisi dan distribusi, travo dan gardu induk," terang Sofyan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI yang digelar pada Senin (4/2) malam. Dalam forum tersebut, Sofyan pun memaparkan asumsi Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PLN pada tahun 2019. Dalam RKAP itu, PLN mengasumsikan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% dengan inflasi 3,% dan nilai tukar Rp 15.000/US$. "Harga jual rata-rata Rp 1.126/kWh dan alokasi kas subsidi Rp. 57,1 triliun," ungkap Sofyan. Selain itu, untuk penguatan infrastruktur distribusi, sepanjang tahun ini PLN juga menargetkan penambahan Jaringan Tegangan Menengah (JTM) sebanyak 25.322 kms dan Jaringan Tengangan Rendah (JTR) 24.077 kms. Sedangkan untuk gardu, akan ditambahkan 4,49 juta kVA. Sofyan juga mengatakan, pada tahun ini PLN membidik peningkatan penjualan listrik agar bisa naik 6,96% menjadi 251,1 TeraWatthour (TWh). Sebelumnya, pada tahun lalu PLN mematok pertumbuhan penjualan sebesar 7%, namun penjualan listrik tahun 2017-2018 hanya mampu menembus angka 232 TWh atau hanya tumbuh 5,15% saja. Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman mengatakan, untuk mencapai target tersebut, PLN mendorong konsumsi dari sejumlah lini. Terutama yang berasal dari mobil listrik, kompor induksi, dan juga pabrik pemurnian dan pengolahan mineral (smelter). "Kami mau dorong mobil listrik, kompor induksi, dan smelter yang banyak di Sulawesi, tahun 2019 baru masuk beberapa. Kita dorongnya ke arah sana," ujar Syofvi. Adapun, untuk total investasi PLN sepanjang tahun ini, Sofyan mengatakan pihaknya menganggarkan dana sebesar Rp. 99 triliun. Sayang, ia masih belum membeberkan detailnya, baik dari sisi porsi penggunaan maupun sumber pendanaan. Yang jelas, sekitar 30% akan digunakan untuk investasi transmisi. "Detailnya nggak tahu persisi, seinget saya lebih banyak transmisi, 30%," ujarnya. Sofyan malah mengatakan, di tengah tekanan kurs rupiah, harga energi primer yang fluktuatif serta kebijakan untuk tidak menaikan tarif listrik, PLN tetap bisa untung dalam laporan kinerja tahun lalu. Tapi, Sofyan belum bersedia menyebutkan besaran keuntungan PLN yang ia klaim, dengan alasan masih dalam proses audit. Yang pasti, dengan laba yang masih diraih PLN, Sofyan semakin yakin BUMN setrum ini tidak akan terbebani dengan kebijakan tidak menaikkan tarif. "Untung kita, belum audit. Pokoknya mengejutkan, membuat happy karena tarif nggak perlu naik," paparnya.
Bahkan, dengan proteksi tambahan pembangkit dan daya yang masuk, ia yakin bisa ada penurunan tarif pada tahun 2022-2023 untuk sektor industri. "PLN laba-nya bagus, tarif nggak perlu naik, malah niatnya ke depan, industri turun," kata Sofyan. Sementara itu, Syofvi mengakui, dukungan dari pemerintah melalui kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) batubara sangat membantu PLN untuk tidak terbebani oleh tarif listrik yang tidak naik. Hal ini mengingat batubara masih menjadi andalan PLN dengan porsi sekitar 55% dan akan naik menjadi 58% untuk tahun ini. Selain itu, lanjut Syofvi, PLN pun melakukan sejumlah efisiensi. Seperti penyederhanaan zonasi, sehingga distribusi batubara bisa dilakukan dengan lebih efisien. Menurut Sofyan, ini pula yang membuat PLN terhambat dalam mengembangkan pembangkit Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Sebab, Sofyan mengatakan investasi di pembangkit EBT memerlukan biaya yang tinggi, tapi di sisi lain PLN harus menjaga tarif listrik agar tidak naik. "Jadi memang antara pilihan EBT sama kepentingan tarif. Pilihan yang berat bagi kami, sementara ini, kami lebih mendahulukan kepentingan tarif," tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini