JAKARTA. PT PLN (Persero) mengklaim tarif listrik PLN paling murah di kawasan di Asia Tenggara. Bahkan, tarif PLN juga lebih murah ketimbang listrik swasta. "Tarif PLN termasuk yang paling murah. Bahkan sekarang lebih murah dari Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina," ujar Direktur Bisnis dan Manajemen Resiko PLN, Murtaqi Syamsudin lewat pesan singkatnya, Kamis (20/1).Merujuk data dari PLN, harga listrik PLN saat ini adalah US$ 8,24 sen per kWh atau sekitar Rp 735 per kWh. Sedangkan harga listrik di Malaysia sebesar US$ 10,73 sen per kWh. Harga listrik di Filipina dan Vietnam juga lebih mahal. Masing-masing harga listriknya sebesar US$ 15,39 per kWh dan US$ 9,69 per kWh."Bahkan di dalam negeri, tarif PLN masih lebih murah dari Cikarang Listrindo. Cikarang yang mensuplai banyak industri itu menjual listrik dengan harga US$ 9,59 sen per kWh," tambah Murtaqi.Ekonom Senior INDEF, Fadhil Hasan mengatakan, jika merujuk kepada data PLN, maka tarif listrik Indonesia cukup kompetitif dibandingkan dengan negara lain. Dari sektor industri, industri di Indonesia lebih menikmati tarif yang paling murah. "Dengan kenaikan TDL ini, diperkirakan tarif listrik untuk industri di Indonesia masih setara dengan Malaysia. Menurut Fadhil, kenaikan TDL yang dilakukan pemerintah memiliki dasar yang kuat. Pertama, kenaikan tidak diberlakukan bagi pelanggan rumah tangga di bawah 900 watt. Artinya, tarif listrik yang naik adalah untuk rumah tangga yang tergolong mampu.Kedua, tarif listrik tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga, sehingga kenaikan ini secara teoritis tidak terlalu menganggu daya saing produk nasional. "Namun, pemerintah juga harus tetap memperbesar akses listrik dan efisiensi PLN. Dana pengurangan subsidi harus dipakai untuk menambah pasokan listrik," kata Fadhil.Fadhil menambahkan, saat ini PLN baru megalirkan listrik ke 33 juta rumah tangga atau setara dengan rasio elektrifikasi 55%. Posisi Indonesia tidak jauh lebih besar dari Laos dan Kamboja yang rasio elektrifikasinya 40%. "Singapura, rasio elektrifikasinya sudah 100%, Malaysia dan Brunei Darusalam sudah 80% dan Filipina mencapai 60%," lanjut Fadhil."Tiap tahun PLN harus menyambung setidaknya 3 hingga 3,5 juta pelanggan baru," papar Fadhil. Untuk bisa mencapai itu, PLN membutuhkan pembangkit 3.500 mw pertahun dan jaringan transmisi sepanjang 3.000 km dengan 8000 MVA.Saat ini, pertumbuhan konsumsi listrik mencapai 7% pertahun. Sedangkan peningkatan pasokan listrik hanya kurang dari 4%. Cadangan listrikpun jauh dari memadai. Kebutuhan cadangan yang mestinya 30%, baru tersedia sekitar 20%. "PLN tak sanggup memenuhi ini secara sendiri. Yang harus segera diupayakan adalah merangsang sektor swasta untuk ikut membiayai pembangunan pembangkit listrik sebab pemerintah dan PLN tak mungkin menanggung seluruh beban investasi," kata Fadhil.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
PLN mengklaim tarif listrik domestik termurah di kawasan Asia Tenggara
JAKARTA. PT PLN (Persero) mengklaim tarif listrik PLN paling murah di kawasan di Asia Tenggara. Bahkan, tarif PLN juga lebih murah ketimbang listrik swasta. "Tarif PLN termasuk yang paling murah. Bahkan sekarang lebih murah dari Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina," ujar Direktur Bisnis dan Manajemen Resiko PLN, Murtaqi Syamsudin lewat pesan singkatnya, Kamis (20/1).Merujuk data dari PLN, harga listrik PLN saat ini adalah US$ 8,24 sen per kWh atau sekitar Rp 735 per kWh. Sedangkan harga listrik di Malaysia sebesar US$ 10,73 sen per kWh. Harga listrik di Filipina dan Vietnam juga lebih mahal. Masing-masing harga listriknya sebesar US$ 15,39 per kWh dan US$ 9,69 per kWh."Bahkan di dalam negeri, tarif PLN masih lebih murah dari Cikarang Listrindo. Cikarang yang mensuplai banyak industri itu menjual listrik dengan harga US$ 9,59 sen per kWh," tambah Murtaqi.Ekonom Senior INDEF, Fadhil Hasan mengatakan, jika merujuk kepada data PLN, maka tarif listrik Indonesia cukup kompetitif dibandingkan dengan negara lain. Dari sektor industri, industri di Indonesia lebih menikmati tarif yang paling murah. "Dengan kenaikan TDL ini, diperkirakan tarif listrik untuk industri di Indonesia masih setara dengan Malaysia. Menurut Fadhil, kenaikan TDL yang dilakukan pemerintah memiliki dasar yang kuat. Pertama, kenaikan tidak diberlakukan bagi pelanggan rumah tangga di bawah 900 watt. Artinya, tarif listrik yang naik adalah untuk rumah tangga yang tergolong mampu.Kedua, tarif listrik tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga, sehingga kenaikan ini secara teoritis tidak terlalu menganggu daya saing produk nasional. "Namun, pemerintah juga harus tetap memperbesar akses listrik dan efisiensi PLN. Dana pengurangan subsidi harus dipakai untuk menambah pasokan listrik," kata Fadhil.Fadhil menambahkan, saat ini PLN baru megalirkan listrik ke 33 juta rumah tangga atau setara dengan rasio elektrifikasi 55%. Posisi Indonesia tidak jauh lebih besar dari Laos dan Kamboja yang rasio elektrifikasinya 40%. "Singapura, rasio elektrifikasinya sudah 100%, Malaysia dan Brunei Darusalam sudah 80% dan Filipina mencapai 60%," lanjut Fadhil."Tiap tahun PLN harus menyambung setidaknya 3 hingga 3,5 juta pelanggan baru," papar Fadhil. Untuk bisa mencapai itu, PLN membutuhkan pembangkit 3.500 mw pertahun dan jaringan transmisi sepanjang 3.000 km dengan 8000 MVA.Saat ini, pertumbuhan konsumsi listrik mencapai 7% pertahun. Sedangkan peningkatan pasokan listrik hanya kurang dari 4%. Cadangan listrikpun jauh dari memadai. Kebutuhan cadangan yang mestinya 30%, baru tersedia sekitar 20%. "PLN tak sanggup memenuhi ini secara sendiri. Yang harus segera diupayakan adalah merangsang sektor swasta untuk ikut membiayai pembangunan pembangkit listrik sebab pemerintah dan PLN tak mungkin menanggung seluruh beban investasi," kata Fadhil.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News