PLN minta jaminan bank di proyek EBT



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahan Listrik Negara (PLN) meminta pengembang listrik swasta segera mengajukan surat jaminan perbankan. Hal ini tertuang dalam surat PLN kepada perusahaan listrik swasta atau independent power producer (IPP) energi baru dan terbarukan (EBT) pasca meneken jual beli listrik atau power purchase agrement (PPA) di beberapa proyek pembangkit listrik.

Dalam salinan surat yang diterima KONTAN disebutkan, berdasarkan Pasal 3 butir 3.1 Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL), perjanjian baru berlaku efektif setelah penjual menyerahkan jaminan pelaksanaan dan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) paling lambat 30 hari pasca penandatangan. Adapun 30 hari itu terhitung setelah IPP menandatangani PPA listrik, yang yang sudah dilakukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan pada tahun lalu.

Surat itu juga menyebutkan, dengan tidak terpenuhinya Pasal 3 butir 3.1 sesuai dengan point 1, maka perusahaan yang belum menyerahkan jaminan pelaksanaan (jaminan bank) dianggap telah wanprestasi atau cidera janji. Akibatnya, PT PLN dapat memutus perjanjian berdasarkan Pasal 19 butir 19.4 PJBL tentang hak-hak lain dan upaya hukum. "Serta dapat sanksi blacklist berdasarkan peraturan Direksi No. 0069.P/DIR/2017,” demikian kutipan isi surat yang diterima oleh KONTAN, Rabu (28/2).


Kepala Divisi Energi Baru dan Terbarukan PT PLN Tohari Hadiat mengungkapkan, surat tersebut merupakan ranah dari general manager pada tiap-tiap wilayah, sehingga tidak bisa digeneralisir ke semua pengembang. "Yang jelas, kan, kalau jaminan bank atau jaminan pelaksanaan itu syarat efektif kontrak," terangnya kepada KONTAN, Kamis (1/3).

Maka dari itu, Tohari  memastikan, pengembang swasta dan general manager PLN di daerah bisa berkompromi apakah PPA-nya diputus atau masih bisa diteruskan. "Surat itu kan kewenangan wilayah, mereka yang tahu. Karena tiap daerah berbeda-beda,” tandas Tohari.

Ketua Asosiasi Perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA) Riza Husni mengatakan, memang sudah sejak awal, yaitu tandatangan PPA listrik dipaksakan oleh Kementerian ESDM. Pada saat itu, para pengembang listrik swasta belum mendapatkan jaminan bank.

"Sebelumnya ditandatangani dengan bujukan term and condition perjanjian jual beli listrik akan dirundingkan. Ternyata sekarang, PLN malah memaksakan perusahaan menyerahkan jaminan bank," ujarnya pada KONTAN, (1/3).

Riza manambahkan, berdasar Surat Keputusan (SK) Menteri ESDM, penjualan listrik kepada PLN menggunakan dollar, bukan rupiah. Namun yang terjadi saat ini,  ujar Riza, Menteri mengubahnya dengan penjualan listrik memakai rupiah. Tentunya pengembang keberatan untuk menyerahkan jaminan bank selagi memakai rupiah.

Rida Mulyana, Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), membenarkan, dalam PPA hitungan tarif dalam dollar. "Tetapi transaksinya dalam rupiah  (menggunakan kurs tengah),"  ungkap dia, Kamis (1/3).

Menanggapi surat dari PLN, Rida menegaskan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan kebijakan blacklist. "Soal ada surat itu, saya belum dapat informasi," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini