PLN minta memperjelas status listrik swasta



JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) meminta kepada pemerintah agar memperjelas status pembangkit listrik swasta terintegrasi atau private power utility (PPU) di kawasan industri pasca pencabutan dua pasal UU No 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Sebab, selama ini penentuan tarif di kawasan industri tidak melibatkan PLN.

I Made Suprateka, Kepala Satuan Unit Komunikasi Korporat PLN, mengungkapkan, mekanisme penjualan listrik di kawasan industri selama ini sifatnya hanya berkoordinasi dengan gubernur dan DPRD setempat.

Bahkan dalam praktiknya pengembang swasta PPU di kawasan industri juga menggunakan transmisi sendiri. Sehingga memang PLN tidak terlibat sama sekali dalam melakukan distribusi listrik.


"Praktis peran PLN hanya memberikan izin di awal saja sebagai bentuk koordinatif dan menyerap sisa kapasitas yang ada saja untuk disalurkan ke masyarakat," kata Made, kepada KONTAN, pekan lalu.

Dia mendesak kepada pemerintah agar segera memberikan kejelasan pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK), apakah nanti harus melibatkan PLN sebagai kontrol negara atau bentuk lain.

Apalagi saat ini. pengembang wilayah industri biasanya juga merangkap sebagai PPU, yang mendistribusikan listrik di kawasan tersebut. Nanti bila memang negara mewajibkan melaksanakan keputusan MK tersebut menurut Made, PLN belum mengetahui bentuk kontrol yang akan dilakukan ke PPU.

Kontrol negara melalui PLN bisa dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya penetapan tarif atas dan bawah. Menurut Made, MK mengharuskan kontrol dikembalikan ke negara.

"Bentuk kontrolnya bisa saja nanti menyesuaikan. Apakah PLN di situ atau BUMN lain harus memiliki saham atau bentuk kontrol lain, bikin peraturan baru yang harus mempertimbangkan tarif mempertimbangkan tiga pihak. Atau mereka menjual harus mengacu tarif dasar listrik, saya belum bisa bicara apa-apa," terang Made.

Selain status PPU yang terancam, pengembang swasta yang berada di wilayah remote yang melakukan penjualan listrik langsung ke masyarakat juga terancam oleh keputusan tersebut. "Kalau untuk pengembang listrik swasta (independent power producer) yang lain tidak ada masalah," kata dia.

Namun, IPP yang selama ini bermitra dengan PLN memang mestinya memenuhi beberapa hal agar ketersediaan listrik tidak ditanggung sendiri oleh PLN.

"IPP fokus saja kepada menyediakan cadangan listrik 30% untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga," ujar dia. Selain PLN dan IPP juga saat ini akan terus menyukseskan program 35.000 MW yang direvisi. "Kami fokus meningkatkan rasio elektrifikasi mencapai 98% pada tahun 2019," ujar Made.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie