PLN Mulai Laksanakan Coal Phase Down di PLTU Suralaya 1-4



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT PLN mulai melaksanakan coal phase down di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTU) Suralaya 1 sampai 4 demi menekan emisi karbon. Nantinya pasokan listrik dari pembangkit batubara ini akan digantikan dengan energi terbarukan. 

Dalam catatan Kontan.co.id, PLTU Suralaya 1-4 berlokasi di ujung barat Pulau Jawa, Provinsi Banten dengan total kapasitas 1.600 MW atau masing-masing unit kapasitasnya 400 MW. Sejatinya,  pembangkit ini sudah beroperasi sejak 1984 sehingga umurnya sudah tua. 

Melansir laman resmi PLN Indonesia Power, secara keseluruhan Suralaya Power Generation Unit (PGU) mengoperasikan 7 unit PLTU dengan total kapasitas terpasang sebesar 3.400 MW atau setara 3,4 GW. Dengan ini, Suralaya PGU sebagai unit terbesar di Indonesia yang dimiliki PT Indonesia Power.


Kembali mengutip pemberitaan sebelumnya, PLTU Suralaya sendiri berkontribusi sebesar 50% dari total produksi Indonesia Power serta menyumbang sekitar 18% kebutuhan energi listrik Jawa-Bali. Dengan transmisi sebesar 500 kV, pembangkit tersebut mengkonsumsi batubara kurang lebih 35.000 ton per hari. 

Baca Juga: Kementerian ESDM Ingin Perkuat Keamanan Pembangkit Nuklir (PLTN) di RUU EBET

Direktur Manajemen Risiko PT PLN, Suroso Isnandar menjelaskan saat ini pembangkit Suralaya1 sampai 4 sudah memasuki masa coal phase down secara bertahap dan menyesuaikan fluktuasi beban listrik yang ada. 

Nantinya pembangkit Suralaya I sampai IV akan memasuki penurunan kapasitas pembangkit secara bertahap di akhir tahun ini dan akan dimatikan. 

“Saat ini penurunan kapasitas masih di angka 85% sampai 90% dan penurunan bisa sampai 75,87%. Ini belum dihitung masuknya pembangkit-pembangkit energi terbarukan yang baru,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (23/10). 

Suroso mengungkapkan, untuk menggantikan penurunan pasokan listrik dari Suralaya, PLN akan mengandalkan supply listrik hijau dari sumber lain, salah satunya PLTS Terapung Cirata dengan kapasitas 192 Megawatt peak (MWp). 

Meski belum bisa membeberkan rencana penurunan kapasitas di pembangkit batubara lainnya, Suroso menjelaskan, PLN sudah menyiapkan strategi lain untuk menurunkan emisi PLTU-nya. 

Beberapa cara yang akan ditempuh ialah, mengganti 1,1 GW PLTU dengan EBT, memanfaatkan co-firing biomassa pada 41 PLTU dan akan menjadi 52 PLTU pada 2025. Kemudian, mengganti 800MW PLTU dengan pembangkit gas dan melaksanakan program dediselisasi 1 GW. 

Sebelumnya, Executive Vice President Energy Transition and Sustainibility PT PLN, Kamia Handayani menjelaskan, meski umur PLTU Suralaya yang sudah lebih dari 35 tahun tetapi belum mencapai nilai keekonomiannya. 

“Suralaya sempat melakukan revaluasi aset di extend lifetime, sebelum bicara transisi energi ya, dia memanjangkan umur (pembangkitnya) dengan diganti boiler-nya jadi masih bisa lama (beroperasi),” ditemui di Jakarta Senin (9/10). 

Baca Juga: Kementerian ESDM Targetkan Pembagian 500.000 Rice Cooker Gratis Rampung Desember 2023

Kamia mengungkapkan, tentu jika Suralaya harus dipensiunkan dini, perlu biaya tambahan karena ada kebutuhan investasi dalam penggantian boiler. 

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menjelaskan, urusan korporasi seperti penurunan capacity factor (CF) pembangkit sebagai pertimbangan bisnis sejatinya tidak masuk ke dalam ranah Kementerian ESDM. 

“Kan ada beberapa hal yang memang urusan pemerintah, pemerintah tahu, tapi kalau urusan korporasi biasanya kita tidak masuk. Mungkin saja itu (kapasitas Suralaya) sudah dikurangi dan  tidak perlu diizinkan Menteri ESDM,” ujarnya ditemui di Kementerian ESDM, Senin (23/10). 

Sebagai upaya korporasi atau pertimbangan bisnis, lanjut Dadan, PLN bisa secara langsung mengeksekusi penurunan kapasitas pembangkit batubaranya, atau mengurangi biaya produksi, hingga peningkatan efisiensi.  

Dadan mengemukakan, sejatinya prinsip coal phase down dan coal phase out mirip, yakni menurunkan kapasitas pembangkit. Hanya saja, untuk pemensiunan dini, PLTU berhenti lebih cepat dan digantikan dengan energi terbarukan lainnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi