KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) alias PLN di kuartal I-2020 kurang mumpuni, karena menderita kerugian. Di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, Institute for Essential Services Reform (IESR) pun menaksir, potensi kerugian masih membayangi perusahaan setrum plat merah itu di kuartal II. Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengungkapkan, pendapatan utama PLN yang berasal dari penjualan listrik jadi penyebabnya. Meski sudah memasuki masa New Normal dan aktivitas ekonomi-bisnis kembali dibuka, namun dia memprediksi pemulihan konsumsi listrik masih berjalan lambat. Baca Juga: PLN pilih opsi smart meter untuk menggantikan meteran mekanik
Apalagi, perekonomian belum sepenuhnya pulih sehingga aktivitas industri masih melambat. "Kuartal II potensi rugi masih besar, karena dari sisi penjualan masih anjlok. Dengan pembukaan ekonomi secara bertahap, diharapkan penjualan listrik bisa pulih, walau lambat sekali," kata dia kepada Kontan.co.id, Selasa (16/6). Meski belum menyebutkan proyeksi kerugian PLN, tapi Fabby menebak beban usaha PLN pada periode April-Juni bisa lebih baik. Perkiraan itu didorong oleh sejumlah asumsi, seperti nilai kurs yang lebih stabil, harga energi primer yang turun, serta mulai menggeliatnya ekonomi. Mengenai pengelolaan beban usaha, Fabby pun menyarankan agar PLN bisa melakukan renegosiasi kontrak dengan pembangkit swasta (IPP) yang berjenis thermal sembari melakukan efisiensi operasi. Selain itu, dia menyoroti mitigasi risiko fluktuasi kurs yang dilakukan PLN. Menurutnya, kerugian kurs seharusnya bisa diminimalisasi jika pengendalian risiko kurs berjalan dengan baik, misalnya melalui metode hedging. Untuk melakukan sejumlah hal tersebut, Fabby menekankan bahwa dukungan dari pemerintah sangat diperlukan. "Dukungan dari Kementerian BUMN dan ESDM penting, juga dari BoD-nya," pungkas Fabby. Baca Juga: PLN rugi Rp 38,88 triliun sepanjang kuartal I 2020