KONTAN.CO.ID. - JAKARTA. PT PLN menyatakan program pemensiunan dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) membutuhkan dukungan pendanaan internasional, berupa hibah yang lebih besar. Selain pendanaan, program ini juga membutuhkan dukungan regulasi dari pemerintah. Kamia Handayani, Executive Vice President Energy Transition and Sustainibility PLN mengatakan, pemensiunan dini PLTU bisa saja dilakukan dengan catatan harus ada pihak lain yang menanggung biayanya. Sebab, program ini tak masuk dalam target National Determined Contribution (NDC), serta membutuhkan biaya besar. Sehingga, program ini memerlukan dukungan pendanaan internasional, khususnya hibah dan pinjaman lunak.
Baca Juga: Entitas Usaha PLN Ini Berniat Masuk Bursa Karbon "Kalau mengharapkan penghentian operasi PLTU lebih awal, harus ada dukungan internasional karena ini bukan bagian dari target Indonesia secara sukarela dalam perjanjian Paris Agreement," ujar dia, Selasa (26/9). Salah satu skema pendanaan global yang akan mendukung agenda pemensiunan dini PLTU adalah Just Energy Transition Partnership (JETP). Ia pun berharap, porsi dana hibah dari JETP diperbesar, sehingga program pemensiunan dini PLTU bisa berjalan maksimal. Menurut dia, jika pendanaan sudah siap, PLN dan pihak pemberi dana akan lanjut membicarakan hal-hal lain yang bersifat lebih teknis. Misalnya, bagaimana dampak pemensiunan dini PLTU terhadap sistem kelistrikan (grid) di Tanah Air. Menurutnya, pasokan listrik yang dihasilkan pembangkit batubara sudah masuk dalam neraca daya yang diproyeksi masih akan beroperasi hingga beberapa tahun ke depan. Baca Juga: Didorong Operasional & Efisiensi Biaya, Cermati Rekomendasi Indo Tambangraya (ITMG)